Tuesday, March 04, 2008

Kenaikkan tarif listrik gaya baru ??

Assalamu'alaikum wr wb

PLN sebagai salah satu BUMN kembali menuai kontroversi dengan kebijakan yang dikeluarkan, yakni tarif insentif dan disinsentif kepada para pelanggan rumah tangga (rakyat kebanyakan) yang merupakan kelompok mayoritas pelanggan listrik di Indonesia. Adapun tarif ini akan mulai diberlakukan mulai April 2008. Beberapa pihak menyatakan bahwa kenaikan tarif ini dilaksanakan sepihak oleh PLN. Padahal seharusnya ditetapkan dan diputuskan oleh pemerintah, mengingat kebutuhan listrik terkait dengan hajat hidup orang banyak.

Seperti penjelasan PLN, tarif progresif ini ditentukan berdasarkan pemakaian rata-rata semua golongan pelanggan nasional selama tahun 2007.

Berdasarkan data ini, rata-rata pemakaian pelanggan golongan R1 450 VA adalah 75 kilowatt hour (kWh), R1 900 VA sebesar 115 kWh, R1 1.300 kWh sebesar 201 kWh, R1 2.200 VA sebesar 358 kWh. Untuk golongan R2 (2.200 - 6.600 VA) sebesar 650 kWh dan R3 (> 6.600 VA) sebesar 1.767 kWh. Dari data tersebut, PLN menentukan angak 80% dari rata-rata pemakaian.

Berikut tabel batas insentif dan disinsentif pelanggan
GOLONGAN INSENTIF DISINSENTIF
R1 (450 VA) <> 60 kWh
R1 (900 VA) <> 92 kWh
R1 (1.300 VA) <> 160,8 kWh
R1 (2.200 VA) <> 286,4 kWh
R2 (2.200 - 6.600 VA) <> 520 kWh
R3 (> 6.600 VA) <> 1.413,6 kWh

Dari tabel di atas, misalnya jumlah pemakaian listrik pelanggan R1 - 450 VA pada bulan Maret di bawah 60 kWh, maka pelanggan tesebut akan mendapatkan insentif berupa pemotongan tarif. Sebaliknya, jika konsumsinya melebihi 60 kWh, akan dikenai disinsentif atau tarif yang lebih mahal.

Perhitungan insentif ini adalah 20% dari selisih pemakaian rata-rata nasional dengan pamakaian pelanggan dikalikan tarif listrik. Sedangkan formula perhitungan disinsentif adalah 1,6 dikali selisih pemakaian pelanggan dengan 80% rata-rata pemakaian nasional dikalikan tarif listrik.

Berikut contoh perhitungan insentif:
Misalnya pelanggan R1 (450 VA), dengan jumlah pemakaian listrik bulan Maret sebesar 50 kWh. Perhitungannya adalah 20% x (75 kWh - 50 kWh) x Rp530 = Rp2.650.
Nilai Rp2.650 ini adalah jumlah potongan (insentif) pelanggan tersebut. Rp530 adalah harga tarif dasar listrik untuk R1 yang paling mahal.
Jadi, jumlah yang harus dibayarkan pelanggan ini adalah (50 kWh x Rp530) - Rp2.650 = Rp26.500 - Rp2.650 = Rp23.850.

Berikut contoh perhitungan disinsentif:
Misalnya jumlah pemakaian pelanggan R1 (450 VA) sebesar 90 kWh. Perhitungan nilai disinsentifnya adalah 1,6 x (90 kWh - 60 kWh) x Rp530 = Rp25.440.
Jumlah yang harus dibayar pelanggan ini adalah (90 kWh x Rp530) + Rp25.440 = Rp47.700 + Rp25.440 = Rp73.140.


Dari perhitungan tersebut, maka kemungkinan sangat besar bahwa pelanggan rumah tangga akan terkena disinsentif. Hal tersebut bisa dianalogikan dengan penaikkan tarif listrik gaya baru. Misal saja kita punya rumah kontrakan RI 450 VA dengan isi Televisi, laptop, dsb. Dengan televisi berdaya 200 watt dan laptop 65 watt. Apabila pemakaian TV 6 jam sehari selama 30 hari, maka total pemakaian ialah 36 kWh sedangkan laptop dengan pemakaian 12 jam sehari selama 30 hari sejumlah 23,4 kWh. Sehingga total TV dengan laptop saja sebesar 59,4 kWh, apabila ditambah dengan barang2 elektronik lain maka akan lebih dari 60 kWh. Sehingga tiap bulan kita akan dikenai disinsentif 1,6 kali dari biaya seharusnya, itupun kalau PLN memberitahu jumlah pemakaian (kWh) kontrakan kita (sebab seringkali pelanggan tidak tahu berapa besar pemakaian daya rumahnya dalam satu bulan).

*dari bbrp sumber

2 comments:

Anonymous said...

Wah,dzolim sekali penetapan tarifnya...

Dwi Arianto Nugroho said...

itulah realita, indonesia saat ini. salah satu hal yg harus dbenahi dtubuh BUMN :)