Tuesday, July 24, 2007

Barack Obama

Barack Obama sangat terkenal di Illinois, Amerika Serikat (AS). Maklum, dia adalah senator AS dari negara bagian tersebut. Tapi, banyakkah orang yang tahu bahwa dia pernah mengenyam sekolah dasar (SD) di Indonesia? Ya, Barack Obama memang senator AS rasa Indonesia.

Dari wajahnya, Barack memang tidak memiliki darah Indonesia. Ibu kandungnya, Stanley Ann Dunham, adalah orang Kansas, AS, berkulit putih. Sedangkan ayahnya , Barack Husein Obama, berasal dari Kenya, berkulit hitam. Waktu Barack dilahirkan, kedua orangtuanya adalah mahasiswa di East-West Center di Universitas Hawaii di Manoa.

Tapi, mengapa Barack bisa bersekolah di Indonesia? Memang panjang ceritanya. Pria murah senyum kelahiran 4 Agustus 1961 ini mulai membetot perhatian dunia karena pidato utamanya pada Konvensi Nasional Partai Demokrat 2004 lalu. Saat itu, ia menjadi senator negara bagian Illinois. Tahun itu juga, Obama pun terpilih sebagai orang keturunan Afrika pertama yang memenangkan pemilihan ke Senat AS dari Partai Demokrat dari Illinois.

Barack mulanya memeluk agama Islam, mengikuti agama ayahnya. Namun, kemudian dia pindah menjadi agama Kristen, setelah ayah dan ibunya bercerai. Ibu dan ayahnya berpisah saat Obama masih berumur dua tahun.

Ann Dunham kemudian menikah lagi. Tak disangka, pria yang dipilihnya adalah warga negara Indonesia (WNI) yang saat itu juga seorang mahasiswa East-West Center yang mengambil doktor di bidang geografi. Pria yang kemudian menjadi ayah tiri Obama itu bernama Lolo Soetoro.

Setelah Ann-Lolo menikah dan lulus, pasangan ini kemudian pindah ke Indonesia tahun 1960-an. Barack yang mempunyai nama kecil 'Barry' juga diboyong ke Jakarta. Saat tinggal di Jakarta, pasangan Ann-Lolo dikarunia anak seorang perempuan. Adik Barrack ini bernama Maya Soetoro-Ng.

Beberapa tahun menikah, Ann dan Lolo kemudian bercerai. Entah apa yang membuat pasangan ini bercerai. Tapi, diduga Ann merasa kurang diperhatikan Lolo, gara-gara Lolo yang seorang geologis ini harus pergi ke Papua mengikuti program tentara Indonesia. Akhirnya, ketika berusia 10 tahun, Barack dan ibunya pun meninggalkan Indonesia. Barack kemudian kembali ke Hawaii dan diasuh kakek-neneknya, Madelyn Dunham.

Lantas, ke mana Maya Soetoro, adik Barack? Apakah juga ikut dibawa ke Hawaii oleh ibunya? Atau Maya ikut ayahnya? Informasi ini yang masih belum didapat. Tapi, kabarnya Maya Soetoro juga ikut diboyong Ann Dunham ke AS. Sedangkan Lolo Sotoro sudah meninggal pada 2 Maret 1993.

Selama di Hawaii, Barack Obama disekolahkan oleh ibunya di sekolah yang bagus. Setelah meninggalkan SD di Indonesia, sesampai di Hawaii, Barack masuk sekolah kelas lima di Punahou School.

Lantas SD mana di Jakarta yang pernah menjadi tempat belajar Barack? Ini yang belum terkuak. Hasil penelusuran detikcom, dia disebut-sebut sekolah di sebuah madrasah (sekolah Islam). Tapi, sekolah apa tepatnya, tidaklah jelas.

Barack telah menulis bigrafinya dengan judul 'Dreams From My Father: A Story Of Race And Inheritance Reviews and Compare'. Buku ini laris manis. Sayang, di bukunya itu juga tidak disebutkan pernah bersekolah di mana Barack saat tinggal di Indonesia.

Namun, dalam suatu artikel, Barack memang masih punya kenangan manis saat tinggal di Indonesia. Saat ramai merebaknya flu burung, Barack sangat antusias untuk menindaklanjutinya. Dia menulis artikel mengenai flu burung yang juga merebak ke Indonesia itu.

Nah, saat itulah dia mengisahkan tentang kehidupannya di Indonesia. Di dalam artikel itu, dia menceritakan saat tinggal di Jakarta, banyak tetangganya yang memelihara ayam di belakang rumahnya. Kebiasaan seperti ini yang kemungkinan bisa menyebabkan semakin melebarnya flu burung di Indonesia.

Barack orang yang brilian. Pendidikan sarjananya dia dapatkan dari fakultas hukum Columbia Unversity dengan predikat magna cumlaude. Setelah lulus, dia sempat bekerja sebagai pengacara di New York dan Chicago. Setelah itu, dia maju dalam pemilu di Illionis pada 1997. Dia terpilih sebagai senator di negara bagian itu.

Tahun 2004 lalu, dia mengikuti pemilihan senator AS dari Illinois. Menyisihkan banyak kandidat, dia akhirnya menjadi orang pertama keturunan Afrika yang terpilih sebagai senator AS dari Illiois atau menjadi orang kelima keturunan Afrika dari semua negara bagian yang menjadi senator AS. Sudah banyak yang dilakukan olehnya, sehingga menjadi terkenal. Bahkan, dia disebut-sebut sebagai calon presiden AS untuk 2008

Demo Buruh PT HASI dan NASA

Demo ribuan buruh PT HASI dan NASA terhadap perusahaan
Nike agak aneh. Kedua perusahaan Hartati telah membuat
sepatu Nike selama 20 tahun. Kontrak diputus Nike
dengan alasan kualitasnya di bawah standar dan
delivery-nya tidak tepat waktu.

Dengan pengalaman 20 tahun membuat sepatu Nike,
harusnya pabrik sepatu tersebut bisa mandiri membuat
sepatu dengan merek sendiri tanpa tergantung dari
Nike.

Ibu Hartati sebagai pengusaha juga harusnya bisa
menjaga Quality Control serta akses pasar yang ada.

Jadi begitu kontrak diputus oleh Nike, tidak perlu
meradang begitu. Buat saja sepatu sendiri. Selama
kualitas bagus dan harga terjangkau, masyarakat akan
membelinya.

Harga sepatu Nike umumnya Rp 500 ribu ke atas. Jika
HASI dan NASA bisa membuat dan menjual dengan harga Rp
150 ribu untuk sepatu dengan kualitas serupa, tentu
masyarakat akan membeli sepatu mereka.

Sepertinya memang mental "Bisa" bukan budaya bangsa
kita. Di AS, kisah motivasi seperti "The Little Engine
that Could" yang menceritakan bahwa jika ada kemauan
maka rintangan sebesar apa pub bisa diatasi begitu
populer. Sudah saatnya kita memupuk budaya "Bisa" ini
di masyarakat kita.

Jangan terus jadi bangsa budak/pembantu. (sarkas ih)


http://www.antara. co.id/arc/ 2007/7/19/ nike-diminta- perpanjang- order-18- dan-30-bulan/
Nike Diminta Perpanjang Order 18 dan 30 Bulan

Jakarta (ANTARA News) - Bos HASI/NASA Hartati Murdaya
meminta Nike Inc agar memperpanjang pesanan pembuatan
sepatu kepada PT Hardaya Aneka Shoes Industry (HASI)
dan Nagasakti Paramashoes Industry (NASA)
masing-masing selama 18 dan 30 bulan.

Hartati mengemukakan hal itu usai pertemuan dengan
Menperin Fahmi Idris, Mendag Mari E Pangestu,
Menarkertrans Erman Suparno, dan Kepala BKPM M Lutfi
di Depperin, Jakarta, Rabu malam.

Ia meminta Nike memutus pesanan pekerjaan membuat
sepatu satu persatu, tidak dua sekaligus, mengingat
jumlah pekerja yang banyak mencapai 14 ribu orang di
kedua perusahaan tersebut.

"Buat Nike murah, hanya memberikan `order` saja sampai
18 bulan kepada HASI lalu `stop`. Kemudian NASA
(diperpanjang pesanan pekerjaannya sampai) 30 bulan,"
kata Hartati.

Hal itu, katanya, dinilai adil, karena Nike memutuskan
secara sepihak dan mendadak menghentikan pesanan
pekerjaan kepada kedua perusahaan pabrik sepatu yang
dipimpinnya dan telah membuat sepatu Nike selama
sekitar 20 tahun.

"Saya pasrah saja, yang terbaik saja, dan yang penting
buat saya PHK itu bukan jalan keluar. Uang PHK bisa
digunakan untuk investasi di bidang usaha lain,
sehingga tenaga kerja dari pabrik saat ini saya bisa
pindahkan dan mereka bisa menyambung hidupnya. Saya
hanya memerlukan Nike agar bisa memberi suatu sikap
yang adil," katanya.

Diakui Hartati, pihaknya sulit memenuhi target harga
yang diminta Nike, karena upah pekerjanya yang
kebanyakan sudah bekerja lebih 15 tahun mencapai di
atas Rp1.000.000 per bulan dan ditambah lembur bisa
Rp2,0 juta.

"Harga sekarang 11 dolar AS per pasang sepatu. Padahal
15-18 tahun yang lalu rata-rata 15 dolar AS per pasang
sepatu. Nike cari pabrik yang lebih murah lagi 10
dolar AS atau bahkan 7,5 dolar AS per pasang sepatu,"
katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, Nike mencari mitra lain,
terutama pabrik baru, yang tenaga kerjanya baru,
sehingga upah buruhnya murah di bawah satu juta
rupiah.

Ia memperkirakan pemutusan kontrak kerja Nike dengan
pihaknya, karena pemegang merek sepatu terkemuka di
dunia itu tidak melihat peluang harga di HASI/NASA
akan turun ke tingkat yang diinginkannya.

Hartati meminta Nike sebagai perusahaan dunia
mempertimbangkan tanggung jawab sosial dan
kemanusiaanya agar tidak memutuskan pemesanan
pekerjaan secara mendadak seperti memotong kue. (*)

Mengapa Alergi Terhadap Perubahan ??

MENGAPA SAYA ALERGI TERHADAP PERUBAHAN?

Masih ingat mode celana cutbray tahun 70-an? Potongan bagian atas sempit dan ngepas, tapi sebelah bawah bentuknya lebar seperti payung terbuka setengah. Menjuntai melewati telapak kaki, lengkap dengan sepatu berhak tinggi besar. Jika orang berjalan, celana panjangnya ikut menyapu-nyapu lantai. Kemeja sempit, lengan digulung setengah.

Setelah celana cutbray menghilang, kemudian muncul gaya celana panjang super ketat membungkus tungkai. Orang-orang tidak pusing apakah tungkainya kurus atau lebar dan besar, semua tetap asyik memakai celana stritch yang praktis. Namun sekarang nampaknya orang kembali suka dan sering memakai celana dengan gaya cutbray itu.

Begitulah mode terus berubah, mode menjadi cermin perubahan. Ada keleluasaan dalam berekspresi dan mewujudkan gaya . Meskipun gaya seni kemudian menimbulkan berbagai tanggapan dan argumen. Yang jelas, gaya membentuk citra mode untuk menandai zaman. Sehingga orang yang memakai baju model tahun 80-an, bisa membuat orang yang melihatnya segera berkomentar, ” sst..., tuuh..orang kuno amat ! ”.

Jika kita berhenti sejenak dan melihat keadaan di sekeliling. Ternyata semua hal berubah, semua masalah makin berkembang. Zaman berubah, pemikiran berubah, sistem berubah, teknologi berubah, hiburan berubah, gaya berubah. Selama bumi masih berputar, maka perubahan tetap terjadi. Yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.

Lalu, Mengapa Kita Merasa ALERGI Terhadap PERUBAHAN?

PENYEBAB :
1. Merasa Aman dan Nyaman dengan Hal-Hal RUTIN.
Kita pasti setuju kalau sepatu lama itu enak dipakai. Meski modelnya bagus, tapi sepatu baru biasanya ’menggigit’. Kaki bisa lecet dibuatnya. Jadi jika disuruh memilih, kita tentu suka dengan sepatu yang lama. Kulit sepatunya sudah lembut dan kaki kita pun sudah terbiasa dengan sepatu itu. Apalagi jika harus berjalan jauh dengan jalanan berbatu-batu yang sulit. Rasanya bisa membuat kita benar-benar minta ampun.

Sepatu lama itu bisa merupakan simbol dari kebiasaan kita, konsep pemikiran dan paradigma kita, bahkan pekerjaan atau lingkungan kita. Tapi seperti sepatu lama yang suatu ketika rusak dan perlu diganti yang baru, demikan dengan keadaan kita. Jika tetap merasa aman dan nyaman dengan rutinitas, suatu ketika kita akan kadaluwarsa.

2. Takut Mendapat TANTANGAN Baru.
Nasruddin Hoja kehilangan sekeping uang koin. Dengan kebingungan ia nampak mencari-cari kesana kemari. Ia memeriksa setiap jengkal tanah di halaman rumahnya. Akhirnya tiga jam berlalu dan ia belum juga menemukan koin tersebut.

Seorang tetangganya merasa prihatin dan bertanya pada Nasruddin apa yang sedang dicarinya. ” Aku mencari uang koinku yang hilang,” jawab Nasruddin. Sang tetangga kembali bertanya pada Nasruddin, ” Dimana uangmu jatuh ? ”. Sambil terus mengais-ngais tanah dihalaman, Nasruddin berkata, ” Tadi koinku jatuh di dalam rumah, tapi karena di dalam gelap maka kucari di tempat yang terang.”

Orang yang alergi perubahan sebenarnya adalah orang yang tidak percaya diri. Mentalnya tidak siap dengan tantangan yang harus dihadapi. Sehingga ia menipu diri sendiri dengan menganggap situasilah yang seharusnya mengikuti keinginannya.

3. Tidak Siap MENYESUAIKAN DIRI.


Jeremy Q.Lyons adalah direktur perusahaan pembuat mesin ketik West Coast. Pada awalnya West Coast dikenal sebagai perusahaan yang menguasai sebagian besar pasar nasional di Amerika. Namun dengan pengoperasian komputer dimana-mana, penjualan mesin ketik perlahan-lahan menurun.

Lyons yang dikenal tidak mudah menerima perubahan, bersikeras untuk terus memproduksi mesin ketik, penjualan merosot jauh hingga perusahaan tersebut akhirnya bangkrut. Jika tidak siap mengantisipasi perubahan dan mengadakan usaha pengembangan yang dibutuhkan, maka kita akan mudah tereliminasi.

SOLUSI :


1. Menyadari Kehidupan adalah PERUBAHAN.


Kisah puteri Salju sangat terkenal. Ibu tirinya seorang ratu yang jahat dan tidak ingin kecantikannya tersaingi. Tiap hari ratu bertanya pada cermin ajaib siapakah wanita tercantik di negerinya. Cermin ajaib selalu menjawab,“ Tentu saja sang ratu.”

Waktu terus berlalu, puteri Salju bertumbuh menjadi puteri yang sangat cantik. Hingga suatu ketika, cermin ajaib menjawab, “ Sang ratu adalah wanita yang cantik, tapi puteri Salju jauh lebih cantik.” Ratu menjadi iri lalu ingin membunuh puteri salju. Akhir cerita bisa di tebak.

Puteri Salju luput dari bahaya dan hidup bahagia dengan pangeran yang mencintainya. Sedangkan ratu yang jahat mendapat hukuman. Berbagai kesibukan dan rutinitas sehari-hari sering membuat kita tidak menyadari keadaan di sekitar kita yang terus berubah. Sekali-sekali kita perlu melakukan evaluasi dan retrear atau tinjauan ulang, agar menyadari perubahan-perubahan yang terjadi.

2. Mengenali PELUANG dalam Perubahan.


Seorang mantan eksekutif Group Bakrie memiliki pengalaman menarik dalam mengenali peluang. Setelah melewatkan 25 tahun berkarier di kelompok usaha Bakrie, ia memutuskan mengundurkan diri dan berwirausaha. Dalam situasi krisis ekonomi, ia kemudian sukses merintis perusahaan jasa konsultasi manajemen dan keuangan.


Cara pandang kita atas perubahan akan mempengaruhi apakah kita mendapat benefit atau justru menderita kerugian. Kita pasti sukses jika sanggup mengenali peluang-peluang baru dalam setiap perubahan.

3. Menikmati IRAMA Perubahan.
Apa yang terjadi jika orang menyanyi keroncong dengan iringan musik jazz ? Pasti kacau. Begitu pula dengan perubahan. Pasti kacau jika kita gagal mengikuti dinamika perubahan yang terjadi dan menyesuaikannya dengan tindakan dan keputusan kita.


Dinamika perubahan mengalir bagaikan irama musik. Perlu kepekaan dan visi yang tajam untuk membuat antisipasi yang tepat. Kita akan sukses dan menjadi pemenang jika kita dapat menikmati setiap perubahan yang terjadi dengan sikap antusias.

KATA-KATA BIJAK

Dinamika perubahan adalah cermin realitas kehidupan yang perlu diantisipasi dengan ketajaman visi dan kepekaan sikap yang positif.


Sumber: Milist Alumni ITB

Monday, July 23, 2007

Penerbangan USA lebih buruk

Dari 100 penerbangan fatal, airliner amerika mencapai 17 (top scorer), sedangkan indonesia cuma ada 2.
AIRLINER TOTAL
USA 17
Rusia 9
China 7
Jepang 3
India 2
Indonesia 2

Namun apakah Uni Eropa berani mencekal penerbangan USA ??!!!

Saturday, July 21, 2007

Awaken the Leader In You

Awaken the Leader In You: 10 easy steps to developing your leadership skills –
By Sharif Khan
 
"The miracle power that elevates the few is to be found in their industry, application, and perseverance, under the promptings of a brave determined
spirit." - Mark Twain
 Many motivational experts like to say that leaders are made, not born. I would argue the exact opposite. I believe we are all natural born leaders, but have been deprogrammed along the way. As children, we were natural leaders - curious and humble, always hungry and thirsty for knowledge, with an incredibly vivid imagination; we knew exactly what we wanted, were persistent and determined in getting what we wanted, and had the ability to motivate, inspire, and influence everyone around us to help us in accomplishing our mission. So why is this so difficult to do as adults? What happened?
 As children, over time, we got used to hearing, No, Don't, and Can't. No! Don't do this. Don't do that. You can't do this. You can't do that. No! Many of our parents told us to keep quiet and not disturb the adults by
asking silly questions. This pattern continued into high school with our teachers telling us what we could do and couldn't do and what was possible. Then many of us got hit with the big one institutionalized formal education known as college or university. Unfortunately, the traditional educational system doesn't teach students how to become leaders; it teaches students how to become polite order takers for the corporate world. Instead of learning to become creative, independent, self-reliant, and think for themselves, most people learn how to obey and intelligently follow rules to keep the corporate machine humming.
Developing the Leader in you to live your highest life, then, requires a process of unlearning by self-remembering and self-honoring. Being an effective leader again will require you to be brave and unlock the door to your inner attic, where your childhood dreams lie, going inside to the heart. Based on my over ten years research in the area of human development and leadership, here are ten easy steps you can take to 
awaken the Leader in you and rekindle your passion for greatness.
 
1. Humility. Leadership starts with humility. To be a highly successful leader, you must first humble yourself like a little child and be willing to serve others. Nobody wants to follow someone who is arrogant. Be humble as a child, always curious, always hungry and thirsty for knowledge. For what is excellence but knowledge plus knowledge plus knowledge – always wanting to better yourself, always improving, always growing.
When you are humble, you become genuinely interested in people because you want to learn from them. And because you want to learn and grow, you will be a far more effective listener, which is the #1 leadership 
communication tool. When people sense you are genuinely interested in them, and listening to them, they will naturally be interested in you and listen to what you have to say.
2. SWOT Yourself. SWOT is an acronym for Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats. Although it's a strategic management tool taught at Stanford and Harvard Business Schools and used by large
multinationals, it can just as effectively be used in your own professional development as a leader. This is a useful key to gain access to self-knowledge, self-remembering, and self-honoring. Start by listing all your Strengths including your accomplishments. Then write down all your Weaknesses and what needs to be improved. Make sure to include any doubts, anxieties, fears, and worries that you may have. These are the
demons and dragons guarding the door to your inner attic. By bringing them to conscious awareness you can begin to slay them. Then proceed by listing all the Opportunities you see available to you for using your 
strengths. Finally, write down all the Threats or obstacles that are currently blocking you or that you think you will encounter along the way to achieving your dreams.
3. Follow Your Bliss. Regardless of how busy you are, always take time to do what you love doing. Being an alive and vital person vitalizes others. When you are pursuing your passions, people around you cannot help but feel impassioned by your presence. This will make you a charismatic leader. Whatever it is that you enjoy doing, be it writing, acting, painting, drawing, photography, sports, reading, dancing, networking, or working on entrepreneurial ventures, set aside time every week, ideally two or three hours a day, to pursue these activities. Believe me, you'll find the time. If you were to video tape yourself for a day, you would be shocked to see how much time goes to waste!
4. Dream Big. If you want to be larger than life, you need a dream that's larger than life. Small dreams won't serve you or anyone else. It takes the same amount of time to dream small than it does to dream big. So be
Big and be Bold! Write down your One Biggest Dream. The one that excites you the most. Remember, don't be small and realistic; be bold and unrealistic! Go for the Gold, the Pulitzer, the Nobel, the Oscar, the highest you can possibly achieve in your field. After you ve written down your dream, list every single reason why you CAN achieve your dream instead of worrying about why you can't. 
5. Vision. Without a vision, we perish. If you can't see yourself winning that award and feel the tears of triumph streaming down your face, it's unlikely you will be able to lead yourself or others to victory. Visualize
what it would be like accomplishing your dream. See it, smell it, taste it, hear it, feel it in your gut. 
6. Perseverance. Victory belongs to those who want it the most and stay in it the longest. Now that you have a dream, make sure you take consistent action every day. I recommend doing at least 5 things every day that will move you closer to your dream.
7. Honor Your Word. Every time you break your word, you lose power. Successful leaders keep their word and their promises. You can accumulate all the toys and riches in the world, but you only have one reputation in life. Your word is gold. Honor it.
8. Get a Mentor. Find yourself a mentor. Preferably someone who has already achieved a high degree of success in your field. Don't be afraid to ask. You've got nothing to lose. Mentors.ca is an excellent mentoring
website and a great resource for finding local mentoring programs. They even have a free personal profile you can fill out in order to potentially find you a suitable mentor. In addition to mentors, take time to study
autobiographies of great leaders that you admire. Learn everything you can from their lives and model some of their successful behaviors.
9. Be Yourself. Use your relationships with mentors and your research on great leaders as models or reference points to work from, but never copy or imitate them like a parrot. Everyone has vastly different leadership styles. History books are filled with leaders who are soft-spoken, introverted, and quiet, all the way to the other extreme of being out-spoken, extroverted, and loud, and everything in between. A quiet and
simple Gandhi or a soft-spoken peanut farmer named Jimmy Carter, who became president of the United States and won a Nobel Peace Prize, have been just as effective world leaders as a loud and flamboyant 
Churchill, or the tough leadership style employed by The Iron Lady, Margaret Thatcher. I admire Hemingway as a writer. But if I copy Hemingway, I'd be a second or third rate Hemingway, at best, instead of a first rate Sharif. Be yourself, your best self, always competing against yourself and bettering yourself, and you will become a first rate YOU instead of a second rate somebody else.
10. Give. Finally, be a giver. Leaders are givers. By giving, you activate a universal law as sound as gravity life gives to the giver, and takes from the taker. The more you give, the more you get. If you want more love, respect, support, and compassion, give love, give respect, give support, and give compassion. Be a mentor to others. Give back to your community. As a leader, the only way to get what you want, is by helping enough people get what they want first. As Sir Winston Churchill once said, "We make a living by what we get, we make a life by what we give."
 
About the author 
Sharif Khan is a professional speaker and author of, Psychology of the Hero Soul, as seen on www.HeroSoul.com and acclaimed by bestselling authors Les Brown (Live Your Dreams), Mark Victor Hansen (The Chicken Soup for the Soul series), Debbie Ford (The Dark Side of the Light Chasers) and
many others. You can reach him at sharif@herosoul.com or  on the web at
http://www.herosoul.com
 

Thursday, July 05, 2007

Tren Kepemimpinan Bangsa

TREN KEPEMIMPINAN BANGSA

Harus kita akui pada saat ini, belum ada lembaga yang sengaja memikirkan sistematika khusus dan mengimplementasikannya untuk melahirkan seorang pemimpin kecuali TNI (dulu ABRI). Tidak sedikit masyarakat maupun organisasi yang menganggap bahwa kepemimpinan adalah given (pemberian atau anugerah) semata, tidak perlu upaya dan rekayasa. Sang satria piningit (pemimpin) sudah ada dengan sendirinya, terlahir dengan sendirinya. Tinggal ditunggu kemunculannya.

Selain kendala diatas, juga terjadinya dislokasi sosial pada aktivis, angkatan 66 misalnya. Mereka berhasil menggulingkan pemerintahan dan mengangkat Soeharto, yang pada akhirnya turut menikmati hasil pembangunan ekonomi, namun pada akhirnya terjebak tidak dapat menjadi generasi penerus dan penegas pergerakan untuk perubahan.

Keberhasilan Soeharto menggantikan Soekarno ternyata berimbas panjang, terutama karena adanya konflik Gerakan 30 September. Selepas G-30 S PKI sampai dengan saat ini kita dapat melihat bahwa militer menjadi anak emas. Partai politik dan masyarakat berpikir semua kepemimpinan politik dapat disediakan militer (TNI), tidak perlu ada kaderisasi di partai politik. Hal tersebut telihat nyata sampai dengan saat ini, terutama ketika rezim Soeharto, dimana hampir seluruh kepemimpinan di negara ini dikuasai militer, mulai dari kepala kelurahan sampai kepala negara.

Kecenderungan partai politik untuk tidak menyediakan kader pemimpin dari partainya terbawa sampai dengan saat ini. Mereka cenderung berpikir bagaimana menghadapi, meraih dan melanggengkan kekuasaan semata tanpa disertai dengan penyiapan pemimpin bangsa kedepan, ditambah dengan belum dioptimalkannya potensi anak muda dalam partai politik bersangkutan.

Apabila kita lihat pada alur sejarah kepemimpinan bangsa ini, sebelum kebangkitan nasional pemimpin pada umumnya muncul dari kalangan agama atau budaya (darah biru). Pada tahun 1900-an, mulai muncul trend baru kepemimpinan di bangsa kita, dimana pemuda yang mengenyam pendidikan pada masa itu, sekitar 20-30 tahun berikutnya muncul sebagai pimpinan nasional, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dsb. Ketika Indonesia merdeka, maka usaha mempertahankan kemerdekaan adalah aktivitas utama. Sehingga aktivitas militer menjadi core atau inti bagi bangsa ini. Anak muda yang terekrut melalui jalur militer pada tahun-tahun ini setelah 20-30 tahun, keberanian mengantar mereka pada jalur utama kepemimpinan nasional, ditambah dengan munculnya peristiwa Gerakan 30 September yang sudah disinggung diawal. Kecenderungan ini bukanlah suatu hal yang aneh disuatu negara yang baru merdeka, militer menjadi dominan.

Pada masa 60-an, bahkan sampai dengan belasan dan puluhan tahun kedepan, kepemimpinan militer menjadi langgeng karena tidak ada akomodasi terhadap demokrasi. Masa 70-an, kecenderungan berubah dengan munculnya pergerakan pemuda terutama kalangan intelektual. Namun gerakan intelektual pada masa ini dinilai berbeda apabila dibandingkan dengan pada masa-masa awal yakni tahun 1900-an. Pada masa 70-an dinilai lebih kecil karakter intelektualitas gerakannya, karena yang lebih dominan ialah gerakan politik praktisnya.

Memasuki era 90-an, ketika demokratisasi mulai muncul, maka peluang kader pemimpin pun terbuka. Liberalisasi politik membuka peluang bagi pemuda aktif dalam kancah politik nasional. Mereka inilah yang muncul sebagai pemimpin gerakan nasional beberapa waktu belakangan ini. Pada era ini, aktifis mahasiswa tahun 60, 70, 80-an mengisi lembaga-lembaga politik negara dari mulai legislatif sampai eksekutif di berbagai tingkatan.

Lantas bagaimana saat ini dan kedepan ? Kecenderungan utama yang sangat memengaruhi pada saat ini dan kedepan ialah pasar. Pasar begitu mewarnai kehidupan masyarakat dan menyebabkan semua aktifitas menjadi bersifat transaksi komersial. Maka dengan kondisi seperti itu, pemimpin kedepan ialah mereka yang saat ini berada di sektor private, memiliki basis intelektual dan juga aktivis. Kedepan kaum muda dari kalangan sektor private ini akan semakin dominan lantaran tidak adanya pengaturan antar wilayah ekonomi, pasar dan politik.

Periode Kemudaan

Periode Maturitas

Periode Kemudaan

Periode Maturitas

Periode Kemudaan

Periode Maturitas

Periode Kemudaan

Periode Maturitas

1900

1910

1920

1930

1940

1950

1960

1970

1980

1990

2000

2010

2020

2030

Berikut skema pola/alur kepemimpinan bangsa kita :

Penjelasan :

Warna jingga menunjukkan periode kaum intelek berpendidikan pada tahun 1900-an, dimana pada periode kemudaan mengenyam pendidikan, periode maturitas (dewasa) menjadi pimpinan nasional.

Warna hijau menunjukkan periode militer, pada masa kemudaan direkrut menjadi militer dan menjadi pimpinan nasional sampai 2000-an.

Warna merah menunjukkan periode aktivis, pada masa kemudaan terekrut pada organisasi massa dan politik, pada periode maturitas kepemimpinan nasional sebagai seorang aktivis.

Warna biru muda menunjukkan periode sektor privat, periode kemudaan dalam dunia bisnis ditunjang dengan pendidikan dan keaktifannya dalam organisasi, dalam masa maturitas kepemimpinan nasional sebagai seorang pengusaha

Diolah dari Kompas