Demo ribuan buruh PT HASI dan NASA terhadap perusahaan
Nike agak aneh. Kedua perusahaan Hartati telah membuat
sepatu Nike selama 20 tahun. Kontrak diputus Nike
dengan alasan kualitasnya di bawah standar dan
delivery-nya tidak tepat waktu.
Dengan pengalaman 20 tahun membuat sepatu Nike,
harusnya pabrik sepatu tersebut bisa mandiri membuat
sepatu dengan merek sendiri tanpa tergantung dari
Nike.
Ibu Hartati sebagai pengusaha juga harusnya bisa
menjaga Quality Control serta akses pasar yang ada.
Jadi begitu kontrak diputus oleh Nike, tidak perlu
meradang begitu. Buat saja sepatu sendiri. Selama
kualitas bagus dan harga terjangkau, masyarakat akan
membelinya.
Harga sepatu Nike umumnya Rp 500 ribu ke atas. Jika
HASI dan NASA bisa membuat dan menjual dengan harga Rp
150 ribu untuk sepatu dengan kualitas serupa, tentu
masyarakat akan membeli sepatu mereka.
Sepertinya memang mental "Bisa" bukan budaya bangsa
kita. Di AS, kisah motivasi seperti "The Little Engine
that Could" yang menceritakan bahwa jika ada kemauan
maka rintangan sebesar apa pub bisa diatasi begitu
populer. Sudah saatnya kita memupuk budaya "Bisa" ini
di masyarakat kita.
Jangan terus jadi bangsa budak/pembantu. (sarkas ih)
http://www.antara. co.id/arc/ 2007/7/19/ nike-diminta- perpanjang- order-18- dan-30-bulan/
Nike Diminta Perpanjang Order 18 dan 30 Bulan
Jakarta (ANTARA News) - Bos HASI/NASA Hartati Murdaya
meminta Nike Inc agar memperpanjang pesanan pembuatan
sepatu kepada PT Hardaya Aneka Shoes Industry (HASI)
dan Nagasakti Paramashoes Industry (NASA)
masing-masing selama 18 dan 30 bulan.
Hartati mengemukakan hal itu usai pertemuan dengan
Menperin Fahmi Idris, Mendag Mari E Pangestu,
Menarkertrans Erman Suparno, dan Kepala BKPM M Lutfi
di Depperin, Jakarta, Rabu malam.
Ia meminta Nike memutus pesanan pekerjaan membuat
sepatu satu persatu, tidak dua sekaligus, mengingat
jumlah pekerja yang banyak mencapai 14 ribu orang di
kedua perusahaan tersebut.
"Buat Nike murah, hanya memberikan `order` saja sampai
18 bulan kepada HASI lalu `stop`. Kemudian NASA
(diperpanjang pesanan pekerjaannya sampai) 30 bulan,"
kata Hartati.
Hal itu, katanya, dinilai adil, karena Nike memutuskan
secara sepihak dan mendadak menghentikan pesanan
pekerjaan kepada kedua perusahaan pabrik sepatu yang
dipimpinnya dan telah membuat sepatu Nike selama
sekitar 20 tahun.
"Saya pasrah saja, yang terbaik saja, dan yang penting
buat saya PHK itu bukan jalan keluar. Uang PHK bisa
digunakan untuk investasi di bidang usaha lain,
sehingga tenaga kerja dari pabrik saat ini saya bisa
pindahkan dan mereka bisa menyambung hidupnya. Saya
hanya memerlukan Nike agar bisa memberi suatu sikap
yang adil," katanya.
Diakui Hartati, pihaknya sulit memenuhi target harga
yang diminta Nike, karena upah pekerjanya yang
kebanyakan sudah bekerja lebih 15 tahun mencapai di
atas Rp1.000.000 per bulan dan ditambah lembur bisa
Rp2,0 juta.
"Harga sekarang 11 dolar AS per pasang sepatu. Padahal
15-18 tahun yang lalu rata-rata 15 dolar AS per pasang
sepatu. Nike cari pabrik yang lebih murah lagi 10
dolar AS atau bahkan 7,5 dolar AS per pasang sepatu,"
katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, Nike mencari mitra lain,
terutama pabrik baru, yang tenaga kerjanya baru,
sehingga upah buruhnya murah di bawah satu juta
rupiah.
Ia memperkirakan pemutusan kontrak kerja Nike dengan
pihaknya, karena pemegang merek sepatu terkemuka di
dunia itu tidak melihat peluang harga di HASI/NASA
akan turun ke tingkat yang diinginkannya.
Hartati meminta Nike sebagai perusahaan dunia
mempertimbangkan tanggung jawab sosial dan
kemanusiaanya agar tidak memutuskan pemesanan
pekerjaan secara mendadak seperti memotong kue. (*)
Tuesday, July 24, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
mungkin rasa nyaman sebagai pemasok nike telah menumpulkan kreativitas.
ketidakberanian membuat merek tersendiri dan membuka pasar juga menjadi kendala...
tulisan yang bagus..
-catur-
Saya sangat prihatin dg terpuruknya PT.hasi,namun apakah kaum buruh yang selalu harus mjd korban PHK secara sepihak,itu sudah dilakukan oleh PT.hasi yang sudah berdiri selama 15 tahun lebih hanya memberikan kebijakan antara 2 pilihan yg dianggap buruh not fear.Seharusnya perusahaan mampu memberi pesangon sesuai dgn uu ketenagakerjaan untuk kelangsungan hidup.Dimanakah hati nurani mu?,dimanakah SPN berdiri selama ini?
Post a Comment