Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung tengah berlangsung. Proses pilkada ini akan lebih menyibukkan dari pemilu presiden lalu. Diseluruh Indonesia ada sekitar 180 kepala daerah yang hendak diganti melalui proses pilkada. Hari-hari ini para calon sudah mulai mematut diri, sebagian daerah sudah memulai pendaftaran dan mendeklarasikan calon mereka masing-masing, bahkan ada daerah-daerah yang tengah memulai proses penghitungan suara. Para pengelola daerah yang dipimpin oleh gubernur maupun bupati selaku kepala daerah dituntut sebagai perencana sampai pelaksana bahkan pengawasan pembangunan daerah. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang diambil akan segera menuai reaksi positif maupun sebaliknya, yakni respon negatif dari masyarakat.
Pada posisi eksekutif inilah hakekat kepemimpinan ummat yang sebenarnya. Dimana peluang untuk menegakkan proses-proses amar ma’ruf nahi munkar lebih mungkin dilakukan secara nyata. Namun pada sisi lain, tantangan serta kesibukan menjadi kepala daerah, tentu akan menguras banyak potensi dan waktu bagi si pengemban amanahnya.
Menurut hemat penulis secara umum kriteria calon kepala daerah itu setidaknya memiliki 4 syarat. Yang pertama adalah kepribadian. Syarat ini merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh tiap calon kepala daerah. Hal ini disebabkan karena masyarakat memerlukan kepala daerah yang bersih dan jujur untuk membangun daerahnya. Karena pembangunan tidak akan ada apabila resources atau sumber daya yang ada disuatu daerah tersebut “dihabisi” oleh kepala daerahnya.
Syarat kedua adalah kompetensi atau kapabilitas. Hal ini sangat penting untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala daerah. Seperti kemampuan manajemen, pengetahuan administrasi pemerintah daerah, isu soal otonomi, memahami peraturan dan undang-undang. Bagaimana menyusun suatu perencanaan, mengorganisir bawahan, menggerakkan dan memotivasi pekerja maupun masyarakat, sampai kepada peran-peran pengawasan yang seringkali dapat membawa seorang kepala daerah kepada kasus-kasus pidana maupun perdata. Kompetensi ini juga membuktikan tingkat pendidikan suatu calon kepala daerah.
Syarat ketiga ialah komunikasi dan koordinasi. Komunikasi yang kurang baik dapat menjadi bumerang bagi pejabat publik tersebut. Dalam hal komunikasi massa, seorang kepala daerah sangat dituntut memiliki kemampuan komunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat. Termasuk menjalin hubungan dengan media massa. Begitupun juga pentingnya koordinasi, baik secara horizontal maupun vertikal. Koordinasi horizontal ditujukan kepada pihak-pihak yang sejajar, sedangkan koordinasi vertikal ditujukan kepada pihak-pihak yang berada dibawah atau diatas kepala daerah berdasarkan posisi pemerintahan. Karena dengan koordinasi yang baik, maka pembangunan didaerah pun akan berjalan dengan lancar.
Dan syarat yang keempat ialah kejelasan visi dan misi, artinya seorang calon kepala daerah tersebut harus punya suatu pemahaman dan pemikiran yang baik dan komprehensif atau menyeluruh (meliputi berbagai bidang atau aspek) tentang daerah yang akan dipimpinnya. Apa potensi daerah yang dapat dikembangkan, sisi-sisi mana dari daerah tersebut yang dapat di sinergikan dengan bidang-bidang lain untuk mencapai kemajuan. Calon tersebut harus mampu mengidentifikasi persoalan daerah dan bagaimana langkah-langkah yang harus digunakan untuk memecahkan masalah tersebut sesuai dengan kondisi daerahnya, mencari peluang-peluang bahkan menciptakan peluang bagi kemajuan suatu daerah. Visi dan misi tersebut kemudian harus dapat diturunkan kembali menjadi berbagai metode-metode aplikatif dan visible untuk dapat diterapkan didaerah tersebut.
Pemilihan kepala daerah ini merupakan agenda politik nasional yang mau tidak mau harus terlaksana karena sangat menentukan berjalannya roda pemerintahan daerah yang secara langsung akan turut mempengaruhi berjalannya roda pemerintahan pusat. Karena pilkada ini merupakan agenda politik, maka situasi serta konfigurasi politik nasional yang tercermin dari parpol yang ada pada saat ini turut menentukan siapa atau darimana calon yang akan menang.
Konfigurasi atau peta politik pada saat ini memang kemungkinan besar tidak jauh berubah dari pemilu 2004 yang lalu, namun perubahan tersebut dapat kita lihat dari proses pilkada saat ini. Perolehan suara dari tiap calon cukup dapat menggambarkan peta politik pada saat pemilihan berlangsung, dan besarnya perubahan peta politik tersebut juga dapat digunakan sebagai input bahan untuk memprediksi peta politik pada pemilu 2009 nanti.
Walaupun ada prediksi pilkada kali ini tidak akan menghasilkan pemerintahan yang baik (good governance) disebabkan para kandidat yang maju sebagian besar adalah orang-orang lama di pemerintahan, bahkan ada calon yang merupakan kepala daerah periode sebelumnya. Namun hal ini tidaklah menjadi faktor penentu utama, karena adanya kebebasan kepada rakyat sebagai pemilih untuk memilih secara langsung kepala daerah mereka masing-masing. Dan dalam menentukan pilihannya setidaknya ada dua hal yang akan menjadi bahan pertimbangan oleh pemilih dalam pilkada, yakni track record calon kepala daerah serta partai politik pendukung calon kepala daerah tersebut.
Disinilah partai-partai politik pendukung tiap calon kepala daerah akan diuji, sampai sejauh mana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu partai politik yang dapat dilihat pada perolehan suara dari tiap calon kepala daerah. Dan setelah terpilih, maka performance dari kepala daerah tersebut juga turut mempengaruhi peta politik pada 2009 nanti, dimana citra publik yang dibentuk oleh kepala daerah akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap parpol pendukung kepala daerah tersebut.
Analogi dengan grafik untuk suatu partai politik :
Penjelasan :
Dapat kita lihat pada gambar, maka besarnya gradien (y/x) grafik dalam satu tahun cukup dapat merepresentasikan gradien dalam jangka waktu lima tahun, dimana salah satu hal yang mempengaruhi gradien empat tahun setelah pilkada ialah performance dari kepala daerah tersebut, karena citra publik yang dibentuknya
No comments:
Post a Comment