tag:blogger.com,1999:blog-249989012024-03-09T03:18:23.531+07:00Berbicara tentang Pemimpin Masa Depan"The power of man has grown in every sphere, except over himself......"
-Winston Churchill-Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.comBlogger44125tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-57983179266134544712008-03-26T01:51:00.000+07:002008-03-26T01:52:14.662+07:00Dilema Tarif Listrik<div class="subjudulidxcetak">Seperti yang kita ketahui beberapa saat yang lalu masyarakat sempat ribut mengenai rencana implementasi tarif insentif dan disinsentif listrik kepada rakyat yang terlihat tidak adil. Namun saat ini pemerintah membatalkan rencana tersebut dan menggantinya dengan mengenakan tarif nonsubsidi untuk pelanggan listrik yang pemakaiannya melebihi rata-rata nasional. (http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.03.25.01390229&channel=2&mn=155&idx=155).</div> <p>Adapun tarif multiguna atau tarif nonsubsidi tersebut rencananya akan diujicobakan mulai April 2008 kepada pelanggan rumah tangga golongan 3 (R3) di lima provinsi. Kelima provinsi itu adalah Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Adapun alasannya, R3 adalah golongan masyarakat mampu yang masih menikmati tarif listrik subsidi. Tarif listrik R3 Rp 900 per kWh, sementara biaya pokok penyediaan oleh PLN mencapai Rp 1.300 per kWh.</p> Terkait dengan tarif listrik tersebut, saya ingin sedikit mengulas mengenai landasan hukum yang berlaku. Indonesia sebagai negara hukum, pasti memiliki landasan hukum atas sesuatu yang dikenakan kepada rakyat banyak. Terkait dengan tarif listrik tersebut, maka setidaknya ada beberapa landasan hukum yang harus diperhatikan yakni mulai dari UUD pasal 33 ayat 2 yang berbunyi "Cabang produksi yg penting bagi negara dan yg menguasai hajat hidup org banyak harus dikuasai oleh negara". Diperkuat dengan keputusan Mahkamah Konstitusi<span style="font-style: italic;"> N</span>o 001-021-022/PUU-I/2003 yang berbunyi "Listrik adalah cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, karenanya listrik harus dikuasai oleh negara". Keputusan MK tersebut yang membatalkan <span style="font-style: italic;">unbundling</span> ditubuh PLN.<br /><br />Selain itu terdapat pula UU No15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, pada pasal 16 disebutkan dengan jelas "Pemerintah mengatur harga jual tenaga listrik", dijelaskan bahwa dalam mengatur dan menetapkan harga jual tenaga listrik pemerintah senantiasa memperhatikan rakyat serta kemampuan dari masyarakat. Selain itu terdapat juga Peraturan Pemerintah (PP) No 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, pada pasal 32 disebutkan bahwa :<br />1. harga jual tenaga listrik ditetapkan oleh presiden berdasarkan usul menteri<br />2. dalam mengusulkan harga jual tenaga listrik, menteri harus memperhatikan hal2 sebagai berikut : kepentingan rakyat dan kemampuan dari masyarakat; kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat; biaya produksi; efisiensi pengusahaan; kelangkaan sumber energi primer yang digunakan; skala pengusahaan dan sistem interkoneksi yang digunakan; tersedianya sumber dana untuk investasi.<br /><br />Dari aturan-aturan hukum tersebut jelas bahwa tarif listrik atau TDL haruslah ditetapkan oleh presiden atas usul menteri, hal ini dapat berupa Keputusan Presiden (keppres). Atas dasar itulah keluar Keppres No 104 tahun 2003 (masih berlaku) tentang Harga Jual Tenaga Listrik tahun 2004 yang Disediakan oleh Persero PT PLN. Dalam Keppres tersebut cukup jelas penetapan dasar tarif listrik untuk golongan S (golongan sangat kecil), R (rumah tangga), B (bisnis), I (industri), P (pemerintah). Masing-masing golongan tersebut dibagi-bagi lagi seperti R1, R2, R3 berdasarkan batas dayanya.<br /><br />Dalam Keppres tersebut juga sangat jelas pemakaian Tarif Multiguna sebesar Rp 1380/kWh yakni tarif yang digunakan selain untuk golongan S, R, B, I, P, Traksi dan Curah. Sehingga secara aturan perundangan, rencana pemerintah untuk menggunakan tarif multiguna (non subsidi) untuk pelanggan golongan R3 yang berjumlah 81.737 (data bulan September 2007) tidaklah tepat tanpa mengubah aturan yang ada, dalam hal ini Keppres. Hal tersebut bisa menjadi dilema bagi pemerintah mengingat kebutuhan untuk menaikkan tarif dasar listrik disebabkan biaya produksi yang melebihi dari tarif listrik ke pelanggan itu sendiri menjadi beban APBN dari tahun ke tahun, dan hal tersebut bisa jadi keputusan yang tidak populis.<span style="font-size: 16pt; font-family: Arial; color: black; font-weight: bold; font-style: italic;"></span><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-9440464982751924502008-03-12T20:10:00.000+07:002008-03-12T20:12:41.561+07:00PLN Kaji Ulang Tarif DisinsentifSetelah sekian kali dkritisi oleh masyarakat, akhirnya pihak PLN mengkaji ulang kebijakan tarif disinsentif. Perlu goodwill dari pemerintah untk mengkaji kembali dan menetapkan tarif yang terbaik untuk rakyat kebanyakan, mengingat sebagian besar pelanggan ialah rakyat kebanyakan.<br /><br />http://www.detikfin<a target="_blank" href="http://ance.com/"><span style="background: transparent none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" class="yshortcuts" id="lw_1205327215_0">ance.com/</span></a>index.php?url=http://www.detikfinan<a target="_blank" href="http://ce.com/index"><span class="yshortcuts" id="lw_1205327215_1">ce.co</span></a>m/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/03/tgl/12/time/193907/idnews/907475/idkanal/4<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-35765279902522739762008-03-10T02:43:00.000+07:002008-03-10T02:51:51.211+07:00Sebagian Kisah di Ajang InternasionalBosan dengan tulisan-tulisan serius? hehe. Berikut saya akan coba menuangkan sekilas bagian perjalanan hidup saya. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kawan-kawan.<br /> Salah satu hobby saya ialah travelling (dalam rangka menimba pengalaman dan hikmah). Dari sekian perjalanan yang saya lakukan, baik di dalam dan luar negeri, saya masih merasa sangat tidak cukup sebab bumi Allah masih sangat luas sekali untuk dipijak :). Nah, cerita berikut adalah bagian dari perjalanan ke Malaysia dan Filipina. Selamat menikmati :D<span style="" lang="EN-US"><br /> Satu tahun yang lalu diadakan 2<sup>nd</sup> ASEAN Student Leaders Summit and Cultural Festival 2007 di Filipina. Acara ini diadakan mulai tanggal 22-26 Januari 2007 di Pampanga, Filipina dengan melibatkan Negara-negara anggota ASEAN serta Negara partner ASEAN yakni Korea Selatan, Cina dan <st1:place st="on">Macau</st1:place>. </span><span style="" lang="FI">Agar diketahui sekilas bahwa Filipina merupakan koordinator ASEAN saat itu. </span><span style="" lang="EN-US">Filipina merupakan negara kepulauan seperti <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> dengan jumlah pulau sebanyak 7.107 buah. Bahasa resmi Filipina adalah Filipino (tagalog) dan English. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang luas digunakan di Filipina, termasuk dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Mata uang Filipina adalah Peso, yang terbagi menjadi 100 centavos. Apabila dilihat dari nilai tukar mata uang, maka Peso lebih tinggi daripada Rupiah (1 peso sekitar 50 rupiah). Namun nilai tukar tersebut tidak dapat dijadikan ukuran perbandingan apakah suatu negara lebih maju atau tidak daripada negara lain, karena yang paling penting adalah stabilitas nilai mata uang.<o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="" lang="EN-US">Acara tersebut didanai oleh ASEAN Foundation. Lembaga tersebut merupakan salah satu badan ASEAN yang berfungsi mendanai dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan diantara anggota ASEAN, termasuk kegiatan pemuda. Tema dari kegiatan tersebut ialah <i>Awareness and Unity Among ASEAN Youth, </i>untuk itu tujuan dari acara tersebut ialah memberikan dan membentuk wawasan, pengetahuan dan kesatuan diantara pemuda-pemuda ASEAN. Metodologi yang digunakan dalam acara tersebut ialah workshop, diskusi dan seminar yang dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi dari tiap peserta untuk berkontribusi dalam membuat solusi atas suatu permasalahan dikalangan pemuda ASEAN pada umumnya. Adapun beberapa tema yang akan didiskusikan antara lain adalah sebagai berikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="EN-US">Visi dan kebijakan dalam pembangunan kesadaran ASEAN diantara pemuda<i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="EN-US">Tanggungjawab umum dan kesadaran akan ASEAN<i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="EN-US">Pemuda dan wirausaha<i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="EN-US">Semangat Sukarelawan dan Tanggungjawab Sosial <i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="SV" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="SV">Jaringan dan Info Pertukaran diantara Pemuda ASEAN<i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="SV" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="SV">Peran Pemuda ASEAN dalam Perubahan di ASEAN<i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 42pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="SV" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><span style="" lang="SV">Cita-cita para Pemimpin ASEAN<i><o:p></o:p></i></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="" lang="SV">Acara ini relatif mendadak diberitahukan dari pemerintah/kedubes kepada pihak universitas. Surat dari pihak kedubes sampai ke ITB sekitar 2 pekan sebelum acara. Dari Indonesia terdapat 10 delegasi, 4 diantaranya (termasuk saya) dibiayai oleh ASEAN Foundation. Untuk ticket, karena tidak ada pesawat yang langsung ke Filipina, maka harus memilih pesawat yang transit terlebih dahulu di Singapura atau Malaysia pada tanggal penerbangan 21 Januari. </span><span style="" lang="EN-US">Dikarenakan untuk pesawat yang transit ke Singapura biaya tiketnya lebih mahal, maka saya memilih pesawat yang transit ke <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region></st1:place>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="" lang="SV">Pada tanggal 21 Januari, pagi hari saya berangkat ke bandara Husein Sastranegara, Bandung. </span><span style="" lang="EN-US">Pesawat Air Asia berangkat sekitar pukul 9 pagi dan sampai di Malaysia sekitar pukul 1 siang waktu Malaysia, untuk kemudian saya akan “terbang” kembali ke Pampanga, Filipina esok paginya pada tanggal 22 Januari sekitar pukul 7 pagi waktu Malaysia. Terus terang, ini adalah pertama kalinya saya “terbang”</span><span lang="IN">. Untuk itu masih agak sedikit khawatir, terlebih tidak beberapa lama sebelumnya terjadi peristiwa pesawat Adam Air yang “hilang”. Ketika pesawat take off, kepala agak pusing karena mugkin baru pertama kalinya. Sampai di”udara” pesawat terkadang “gemetar”, dan hal itu membuat saya khawatir, bahkan sempat beberapa kali memasuki cuaca buruk. Namun Alhamdulillah, kekhawatiran-kekhawatiran tersebut dapat diminimalisir seiring dengan berjalannya waktu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Sampai di Malaysia pada tanggal 22 Januari pukul 13, saya langsung mencari hotel yang murah dan dekat. Namun ditawarkan oleh supir taksi untuk booking hotel yang murah di kota Kuala Lumpur agar bisa jalan-jalan, karena daerah dekat bandara tidak ada ‘sesuatu’ yang dapat dilihat kecuali kebun sawit. Akhirnya saya meng-iyakan supir taksi tersebut. Perjalanan dari KLIA (Kuala Lumpur International Airport) ke kota KL kurang lebih memakan waktu 1 jam. Sampai di hotel yang relatif murah di tengah kota KL. KL city adalah kota yang tidak lebih besar dibanding Jakarta, hanya saja lebih rapih dan teratur. Semalam di KL city, pengalaman yang sangat berharga. Berjalan-jalan di Twin Towers, KL Tower, lalu keliling-keliling dengan menaiki mono rail. KL city merupakan kota yang ‘hidup’, sampai dengan tengah malam masih ramai, terutama turis asing. Adapun etnis yang paling banyak terdapat di KL dan Malaysia pada umumnya ialah etnis Melayu, Cina dan India. Mereka semua masih memegang budaya aslinya dan terlihat saling menghargai satu sama lain.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Esok paginya saya dijemput kembali untuk ke bandara oleh taksi yang mengantar saya ke hotel di KL city. Pesawat Air Asia yang akan saya naiki berangkat pada pukul 7.15 menuju Pampanga, Filipina. Akhirnya sampai di KLIA pukul 6.45. Namun ternyata ‘gate’ untuk Air Asia Flight sudah ditutup </span><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">L</span></span><span lang="IN">. Saya baru tahu kalau gate tersebut tutup 45 menit sebelum pemberangkatan. Jadi....saya harus membeli tiket lagi untuk pemberangkatan esok harinya serta mencari hotel yang benar-benar dekat dengan bandara. Akhirnya untuk hari kedua saya masih berada di Malaysia, namun kali ini di daerah Sepang. Daerah yang tidak seramai KL, namun cukup terkenal dengan sirkuit F1 nya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Tanggal 23 jan akhirnya saya bisa ‘terbang’ ke Filipina, karena sudah berpengalaman, maka sudah tidak merasa khawatir </span><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">J</span></span><span lang="IN">. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 jam. Sampai Pampanga sekitar pukul 11 waktu Filipina. Ternyata Pampanga, Filipina tidak lebih baik daripada Bandung, hal itu terlihat selama perjalanan darat dari bandara Clark, Pampanga, Filipina menuju lokasi acara. Agak panas seperti Jakarta, kurang rapih. Sampai lokasi, saya langsung menuju ruang acara karena sudah telat 1 hari. Selama acara cukup banyak mengenal kawan2 yang berasal dari negara-negara ASEAN serta Korea Selatan, China dan Macau. Kami juga saling bertukar informasi mengenai kondisi dan budaya masing-masing negara. Hampir tiap hari sampai dengan pukul 8 malam diisi dengan seminar dan diskusi kelompok secara terstruktur terkait dengan isu-isu kepemudaan di ASEAN. Acara sampai dengan tanggal 26 Jan, dan kami pun serta panitia sudah menyiapkan closing ceremony yang merupakan penampilan dari budaya masing-masing negara. Namun sayang, saya tidak bisa sampai akhir acara, karena pada tanggal 27 saya sudah harus di Jakarta untuk sidang MWA. Maka saya ambil flight tanggal 26 pagi menuju KL-Jakarta, dengan transit di KLIA sekitar 4 jam. Tanggal 25 adalah hari terakhir saya di Pampanga, maka saya berinisiatif untuk jalan-jalan sekaligus mencari oleh-oleh. Ternyata disini cukup banyak prostitusi dan juga gay (termasuk di universitas-universitas). Menurut kawan-kawan dari Filipina diantara 10 laki-laki terdapat 1 orang gay (hehe serem euy). Walaupun kami (saya dan rekan-rekan dari berbagai negara) hanya mengenal sekilas, namun terlihat sudah cukup akrab, dan kami pun berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi. Di akhir acara pada tanggal 26 akan ada deklarasi, tiap negara diwakili 1 orang untuk menyusun deklarasi ASEAN Youth Leaders. Saya ditunjuk oleh kawan-kawan dari Indonesia untuk menjadi wakil Indonesia dalam menyusun deklarasi tersebut, namun dikarenakan saya harus pulang pada 26 pagi, maka penyusunan deklarasi tersebut saya serahkan kepada kawan saya dari HI UI, saya hanya menitipkan agenda terkait pemberantasan korupsi khususnya perjanjian ekstradisi dengan singapura serta isu pendidikan. Deklarasi ini yang kemudian dijadikan sebagai salah satu rekomendasi dari para pemuda untuk ASEAN. Akhirnya saya pun meninggalkan Pampanga pada pukul 10 menuju KL-Jkt. Sampai Jakarta pukul 9 malam dengan selamat. Alhamdulillah, cukup banyak pengalaman dan kawan yang diperoleh disana. Oh iya ada satu lagi, sebelum saya pergi meninggalkan Filipina, sempat membuat deal tidak tertulis dengan kawan-kawan dari berbagai negara untuk senantiasa menjaga komunikasi kami agar kelak suatu saat nanti dapat bermanfaat bagi masing-masing negara dan regional ASEAN karena <i>student now, leader tomorrow</i>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sekian sebagian cerita dari perjalanan di 2nd ASEAN Student Leaders Summit and Cultural Festival 2007. Sebenarnya masih ada lagi, tapi.......nanti aj lagi yaaa... </span><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">J</span></span><span lang="IN"> <span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Cerita selanjutnya (tunggu tanggal mainnya).....ASEANpreneurs Youth Leaders Exchange 2008, Singapore...(Ajang kedua di dunia internasional :D)<br /></span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-81703708105550955762008-03-04T21:06:00.000+07:002008-03-04T21:08:28.137+07:00Kenaikkan tarif listrik gaya baru ??Assalamu'alaikum wr wb<br /><br />PLN sebagai salah satu BUMN kembali menuai kontroversi dengan kebijakan yang dikeluarkan, yakni tarif insentif dan disinsentif kepada para pelanggan rumah tangga (rakyat kebanyakan) yang merupakan kelompok mayoritas pelanggan listrik di Indonesia. Adapun tarif ini akan mulai diberlakukan mulai April 2008. Beberapa pihak menyatakan bahwa kenaikan tarif ini dilaksanakan sepihak oleh PLN. Padahal seharusnya ditetapkan dan diputuskan oleh pemerintah, mengingat kebutuhan listrik terkait dengan hajat hidup orang banyak.<br /><br /><span id="ctl00_mContent_spDetail">Seperti penjelasan PLN, tarif progresif ini ditentukan berdasarkan pemakaian rata-rata semua golongan pelanggan nasional selama tahun 2007.<br /><br />Berdasarkan data ini, rata-rata pemakaian pelanggan golongan R1 450 VA adalah 75 kilowatt hour (kWh), R1 900 VA sebesar 115 kWh, R1 1.300 kWh sebesar 201 kWh, R1 2.200 VA sebesar 358 kWh. Untuk golongan R2 (2.200 - 6.600 VA) sebesar 650 kWh dan R3 (> 6.600 VA) sebesar 1.767 kWh. Dari data tersebut, PLN menentukan angak 80% dari rata-rata pemakaian.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Berikut tabel batas insentif dan disinsentif pelanggan</span><br />GOLONGAN INSENTIF DISINSENTIF<br />R1 (450 VA) <> 60 kWh<br />R1 (900 VA) <> 92 kWh<br />R1 (1.300 VA) <> 160,8 kWh<br />R1 (2.200 VA) <> 286,4 kWh<br />R2 (2.200 - 6.600 VA) <> 520 kWh<br />R3 (> 6.600 VA) <> 1.413,6 kWh<br /><br />Dari tabel di atas, misalnya jumlah pemakaian listrik pelanggan R1 - 450 VA pada bulan Maret di bawah 60 kWh, maka pelanggan tesebut akan mendapatkan insentif berupa pemotongan tarif. Sebaliknya, jika konsumsinya melebihi 60 kWh, akan dikenai disinsentif atau tarif yang lebih mahal.<br /><br />Perhitungan insentif ini adalah 20% dari selisih pemakaian rata-rata nasional dengan pamakaian pelanggan dikalikan tarif listrik. Sedangkan formula perhitungan disinsentif adalah 1,6 dikali selisih pemakaian pelanggan dengan 80% rata-rata pemakaian nasional dikalikan tarif listrik.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Berikut contoh perhitungan insentif:</span><br />Misalnya pelanggan R1 (450 VA), dengan jumlah pemakaian listrik bulan Maret sebesar 50 kWh. Perhitungannya adalah 20% x (75 kWh - 50 kWh) x Rp530 = Rp2.650.<br />Nilai Rp2.650 ini adalah jumlah potongan (insentif) pelanggan tersebut. Rp530 adalah harga tarif dasar listrik untuk R1 yang paling mahal.<br />Jadi, jumlah yang harus dibayarkan pelanggan ini adalah (50 kWh x Rp530) - Rp2.650 = Rp26.500 - Rp2.650 = Rp23.850.<br /><br />Berikut contoh perhitungan disinsentif:<br />Misalnya jumlah pemakaian pelanggan R1 (450 VA) sebesar 90 kWh. Perhitungan nilai disinsentifnya adalah 1,6 x (90 kWh - 60 kWh) x Rp530 = Rp25.440.<br />Jumlah yang harus dibayar pelanggan ini adalah (90 kWh x Rp530) + Rp25.440 = Rp47.700 + Rp25.440 = Rp73.140.</span><br /><br />Dari perhitungan tersebut, maka kemungkinan sangat besar bahwa pelanggan rumah tangga akan terkena disinsentif. Hal tersebut bisa dianalogikan dengan penaikkan tarif listrik gaya baru. Misal saja kita punya rumah kontrakan RI 450 VA dengan isi Televisi, laptop, dsb. Dengan televisi berdaya 200 watt dan laptop 65 watt. Apabila pemakaian TV 6 jam sehari selama 30 hari, maka total pemakaian ialah 36 kWh sedangkan laptop dengan pemakaian 12 jam sehari selama 30 hari sejumlah 23,4 kWh. Sehingga total TV dengan laptop saja sebesar 59,4 kWh, apabila ditambah dengan barang2 elektronik lain maka akan lebih dari 60 kWh. Sehingga tiap bulan kita akan dikenai disinsentif 1,6 kali dari biaya seharusnya, itupun kalau PLN memberitahu jumlah pemakaian (kWh) kontrakan kita (sebab seringkali pelanggan tidak tahu berapa besar pemakaian daya rumahnya dalam satu bulan).<br /><br />*dari bbrp sumber<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-52225140766529574572008-02-20T06:07:00.000+07:002008-02-20T06:08:31.134+07:00Benua Atlantis itu (ternyata) Indonesia<div align="center"><h4><b>Oleh Prof. Dr. H. PRIYATNA ABDURRASYID, Ph.D.</b></h4> <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.atlan.org/articles/egyptian_temple1/"> <span class="yshortcuts" id="lw_1203461988_0">http://www.atlan.org/articles/egyptian_temple1/</span><br /></a> <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.atlan.org/articles/old_world.html"> <span class="yshortcuts" id="lw_1203461988_1">http://www.atlan.org/articles/old_world.html</span><br /></a></div> <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://ahmadsamantho.files.wordpress.com/2008/01/atlantis-indonesia-map-3.jpg"> <img src="http://ahmadsamantho.files.wordpress.com/2008/01/atlantis-indonesia-map-3.jpg?w=332&h=363" alt="atlantis-indonesia-map-3.jpg" height="363" width="332" /> </a> MUSIBAH alam beruntun dialami <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_2">Indonesia</span>. Mulai dari tsunami di Aceh<br />hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu<br />mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal<br />sebagai Benua Atlantis! . Apakah ada hubungan antara Indonesia dan<br />Atlantis?<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_3">Plato</span> (427 - 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi<br />berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa,<br />pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian<br />permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang<br />hilang atau Atlantis.<br /><a rel="nofollow" target="_blank" href="http://ahmadsamantho.files.wordpress.com/2008/01/atlantis-indonesia-map.jpg"> <img src="http://ahmadsamantho.files.wordpress.com/2008/01/atlantis-indonesia-map.thumbnail.jpg" alt="atlantis-indonesia-map.jpg" /> </a>Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa<br />Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_4">Indonesia</span>. Setelah<br />melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis,<br />The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_5">Plato</span>’s Lost Civilization (2005). <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://ahmadsamantho.files.wordpress.com/2008/01/santos-atlantis.jpg"> <img src="http://ahmadsamantho.files.wordpress.com/2008/01/santos-atlantis.jpg" alt="santos-atlantis.jpg" /> </a>Santos menampilkan 33 perbandingan,<br />seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara<br />bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_6">Indonesia</span>. Sistem terasisasi sawah yang khas <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_7">Indonesia</span>, menurutnya,<br />ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir,<br />dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.<br />Konteks <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_8">Indonesia</span><br />Bukan kebetulan ketika <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_9">Indonesia</span> pada tahun 1958, atas gagasan Prof.<br />Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960,<br />mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_10">Indonesia</span> dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah<br />nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut<br />Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu<br />tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang<br />menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya<br />sekarang.<br />Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua<br />yang membentang dari bagian selatan <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_11">India</span>, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_12">Sri Lanka</span>, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_13">Sumatra</span>, Jawa,<br />Kalimantan, terus ke arah timur dengan <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_14">Indonesia</span> (yang sekarang)<br />sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang<br />aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale,<br />terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.<br />Teori <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_15">Plato</span> menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang<br />akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa<br />itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es<br />(era Pleistocene) . Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi<br />secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_16">Indonesia</span><br />(dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal<br />dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_17">India</span><br />Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan<br />gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau<br />Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu.<br />Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau<br />(Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya<br />serta membentuk selat dataran Sunda.<br />Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau<br />menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_18">Plato</span> menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat<br />dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam,<br />ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_19">Plato</span> menetapkan bahwa letak<br />Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia<br />bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera<br />(ocean) secara menyeluruh.<br />Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi<br />secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di<br />kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_20">Stephen Hawking</span>.<br />Santos berbeda dengan <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_21">Plato</span> mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_22">Brazil</span><br />itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung<br />berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera<br />sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung<br />berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan<br />luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai<br />benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh<br />gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan<br />gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.<br />Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia,<br />tampak <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_23">Plato</span> telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai<br />bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua<br />Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh<br />Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik<br />terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu.<br />Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata,<br />“Amicus <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_24">Plato</span>, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada<br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_25">Plato</span> tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”<br />Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_26">Plato</span> dan Santos<br />sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu<br />adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik<br />Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di<br />Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar,<br />Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani.<br />Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.<br />Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya<br />tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian<br />meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan<br />gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur<br />yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui),<br />tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah<br />dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya<br />sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu<br />bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.<br />Bahwa <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203461988_27">Indonesia</span> adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris<br />Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak<br />rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada<br />masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan<br />bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya<br />kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu<br />pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya. ***<br />Penulis, Direktur Kehormatan International Institute of Space Law<br />(IISL), Paris-Prancis<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-68941456588809742372008-02-18T16:23:00.000+07:002008-02-18T16:25:25.607+07:00Perjuangan Menkes Menghadapi Imperialisme GlobalLink harian republika :<br />http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=323163&kat_id=19<br /><br />Resonansi, Republika 13 Februari 2008<br />Perlawanan Siti Fadilah Supari<br /><br />Oleh : Asro Kamal Rokan<br />Wajahnya serius membicarakan ketidakadilan negara-negara maju. Kalimat demi kalimat meluncur deras. Dr Siti Fadilah Supari, satu dari sedikit warga dunia yang keras membela hak-hak negara berkembang di tengah dominasi badan resmi dunia dan negara adikuasa. Ia melawan dan berhasil.<br /><br />Majalah The Economist London menempatkan Siti Fadilah sebagai tokoh yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak penyakit pandemik. "Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi, " tulis The Economist (10 Agustus 2006).<br /><br />Perlawanan Siti Fadilah dimulai ketika virus flu burung (Avian Influenza/AI) menelan korban di Indonesia pada 2005. Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada. Namun aneh, obat tersebut justru diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung. Ini tidak adil, negara-negara lemah yang terkena tidak memperoleh apa-apa. Untung saja ada bantuan dari India, Thailand, dan Australia.<br /><br />Korban terus berjatuhan. Di saat itu pula, dengan alasan penentuan diagnosis, badan kesehatan dunia (WHO) melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) di Hong Kong memerintahkannya untuk menyerahkan sampel spesimen. Perintah itu diikuti Siti Fadilah. Namun, ia juga meminta laboratorium Litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama. Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hong Kong?<br /><br />Siti Fadilah merasa ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam. Sampel virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat seed virus. Dari seed virus inilah dibuat vaksin. Ironisnya, pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusaha an besar dari negara maju, negara kaya, yang tak terkena flu burung. Mereka mengambilnya dari Vietnam, negara korban, kemudian menjualnya ke seluruh dunia tanpa izin, tanpa kompensasi.<br /><br />Siti Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabatnegara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari 110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa menolak. Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya menjadi vaksin.<br /><br />Di saat keraguan atas WHO, Siti Fadilah membaca di The Straits Times Singapura, 27 Mei 2006, bahwa para ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO CC. Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New Mexico, AS. Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari WHO, selebihnya tak diketahui. Los Alamos ternyata berada di bawah Kementerian Energi AS. Di lab inilah duhulu dirancang bom atom Hiroshima. Lalu untuk apa data itu, untuk vaksin atau senjata kimia?<br /><br />Siti Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh hanya dikuasai kelompok tertentu. Ia berusaha keras. Dan, berhasil. Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos, memujinya. Majalah The Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi.<br /><br />Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar mengembalikan 58 virus asal Indonesia, yang konon telah ditempatkan di Bio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon. Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran virus yang adil, transparan, dan setara. Ia juga terus melawan: tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik dan membahayakan dunia.<br /><br />Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Siti Fadilah dikecam WHO dan dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government Meeting (IGM) WHO di Jenewa November lalu, sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan.<br /><br />Prof Siti Fadilah anak bangsa yang melakukan perlawanan atas ketidakadilan. Bangsa ini memerlukan banyak orang seperti Siti Fadilah, yang berjuang untuk keadilan, kadaulatan, dan kesetaraan. Ia inspirasi untuk bangsa yang bangkit.<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-71705585384504412372008-02-16T14:56:00.000+07:002008-02-16T15:00:16.019+07:00The 12 Pillars of Competitiveness<span style="font-weight: bold;">First pillar: Institutions</span><br />The institutional environment forms the framework within which private individuals, firms, and governments interact to generate income and wealth in the economy. The institutional framework has a strong bearing on competitiveness and growth.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Second pillar: Infrastructure</span><br />The existence of high-quality infrastructure is critical for ensuring the efficient functioning of the economy, as it is an important factor determining the location of economic activity and the kinds of activities or sectors that can develop in an economy. High-quality infrastructure reduces the effect of distance between regions, with the result of truly integrating the national market and connecting it to markets in other countries and regions.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Third pillar: Macroeconomy</span><br />The stability of the macroeconomic environment is important for business and, therefore, is important for the overall competitiveness of a country.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Fourth pillar: Health and primary education</span><br />A healthy workforce is vital to a country’s competitiveness and productivity<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Fifth pillar: Higher education and training</span><br />Quality higher education and training is crucial for economies that want to move up the value chain beyond simple production processes and products.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sixth pillar: Goods market efficiency</span><br />Countries with efficient goods markets are positioned to produce the right mix of products and services given supply-and-demand conditions, and such markets also ensure that these goods can be most effectively traded in<br />the economy.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Seventh pillar: Labor market efficiency</span><br />The efficiency and flexibility of the labor market are critical for ensuring that workers are allocated to their most efficient use in the economy.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Eighth pillar: Financial market sophistication</span><br />An efficient financial sector is needed to allocate the resources saved by a nation’s citizens to its most productive uses.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ninth pillar: Technological readiness</span><br />This pillar measures the agility with which an economy adopts existing technologies to enhance the productivity of its industries.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tenth pillar: Market size</span><br />The size of the market affects productivity because large markets allow firms to exploit economies of scale.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Eleventh pillar: Business sophistication</span><br />Business sophistication is conducive to higher efficiency in the production of goods and services.This leads, inturn, to increased productivity, thus enhancing a nation’s competitiveness.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Twelfth pillar: Innovation</span><br />The last pillar of competitiveness is technological innovation.Although substantial gains can be obtained by improving institutions, building infrastructure, reducing<br />macroeconomic instability, or improving the human capital of the population, all these factors eventually seem to run into diminishing returns.The same is true for the efficiency of the labor, financial, and goods markets. In the long run, therefore, when all the other factors run into diminishing returns, standards of living can be expanded only by technological innovation. Innovation is particularly<br />important for economies as they approach the frontiers of knowledge and the possibility of integrating and adapting exogenous technologies tend to disappear.<br /><img alt="" /><br /><img alt="" />Based on those pillars, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203148750_0">Indonesia</span> now in 54th position among 131 countries.<br /><br />The question is, in what pillar(s) we can contribute to accelerate <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1203148750_1">Indonesia</span> competitiveness? ?<br /><br />*taken from The Global Competitiveness Report 2007-2008<br /><img alt="" /><img alt="" /><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-88113850684055262662008-01-29T17:07:00.000+07:002008-01-29T17:11:28.034+07:00Tren Kepemimpinan Bangsa<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Harus kita akui pada saat ini, belum ada lembaga yang sengaja memikirkan sistematika khusus dan mengimplementasikannya untuk melahirkan seorang pemimpin kecuali TNI (dulu ABRI). Tidak sedikit masyarakat maupun organisasi yang menganggap<span style=""> </span>bahwa kepemimpinan adalah <i style="">given</i> (pemberian atau anugerah) semata, tidak perlu upaya dan rekayasa. Sang satria piningit (pemimpin) sudah ada dengan sendirinya, terlahir dengan sendirinya. Tinggal ditunggu kemunculannya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Selain kendala diatas, juga terjadinya dislokasi sosial pada aktivis, angkatan 66 misalnya. Mereka berhasil menggulingkan pemerintahan dan mengangkat Soeharto, yang pada akhirnya turut menikmati hasil pembangunan ekonomi, namun pada akhirnya terjebak tidak dapat menjadi generasi penerus dan penegas pergerakan untuk perubahan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Keberhasilan Soeharto menggantikan Soekarno ternyata berimbas panjang, terutama karena adanya konflik Gerakan 30 September. Selepas G-30 S PKI sampai dengan saat ini kita dapat melihat bahwa militer menjadi anak emas. Partai politik dan masyarakat berpikir semua kepemimpinan politik dapat disediakan militer (TNI), tidak perlu ada kaderisasi di partai politik. Hal tersebut telihat nyata sampai dengan saat ini, terutama ketika rezim Soeharto, dimana hampir seluruh kepemimpinan di negara ini dikuasai militer, mulai dari kepala kelurahan sampai kepala negara.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Kecenderungan partai politik untuk tidak menyediakan kader pemimpin dari partainya terbawa sampai dengan saat ini. Mereka cenderung berpikir bagaimana menghadapi, meraih dan melanggengkan kekuasaan semata tanpa disertai dengan penyiapan pemimpin bangsa kedepan, ditambah dengan belum dioptimalkannya potensi anak muda dalam partai politik bersangkutan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Apabila kita lihat pada alur sejarah kepemimpinan bangsa ini, sebelum kebangkitan nasional pemimpin pada umumnya muncul dari kalangan agama atau budaya (darah biru). Pada tahun 1900-an, mulai muncul trend baru kepemimpinan di bangsa kita, dimana pemuda yang mengenyam pendidikan pada masa itu, sekitar 20-30 tahun berikutnya muncul sebagai pimpinan nasional, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dsb. Ketika Indonesia merdeka, maka usaha mempertahankan kemerdekaan adalah aktivitas utama. Sehingga aktivitas militer menjadi <i style="">core</i> atau inti bagi bangsa ini. Anak muda yang terekrut melalui jalur militer pada tahun-tahun ini setelah 20-30 tahun, keberanian mengantar mereka pada jalur utama kepemimpinan nasional, ditambah dengan munculnya peristiwa Gerakan 30 September yang sudah disinggung diawal. Kecenderungan ini bukanlah suatu hal yang aneh disuatu negara yang baru merdeka, militer menjadi dominan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Pada masa 60-an, bahkan sampai dengan belasan dan puluhan tahun kedepan, kepemimpinan militer menjadi langgeng karena tidak ada akomodasi terhadap demokrasi. Masa 70-an, kecenderungan berubah dengan munculnya pergerakan pemuda terutama kalangan intelektual. Namun gerakan intelektual pada masa ini dinilai berbeda apabila dibandingkan dengan pada masa-masa awal yakni tahun 1900-an. Pada masa 70-an dinilai lebih kecil karakter intelektualitas gerakannya, karena yang lebih dominan ialah gerakan politik praktisnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Memasuki era 90-an, ketika demokratisasi mulai muncul, maka peluang kader pemimpin pun terbuka. Liberalisasi politik membuka peluang bagi pemuda aktif dalam kancah politik nasional. Mereka inilah yang muncul sebagai pemimpin gerakan nasional beberapa waktu belakangan ini. Pada era ini, aktifis mahasiswa tahun 60, 70, 80-an mengisi lembaga-lembaga politik negara dari mulai legislatif sampai eksekutif di berbagai tingkatan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Lantas bagaimana saat ini dan kedepan ? Kecenderungan utama yang sangat memengaruhi pada saat ini dan kedepan ialah pasar. Pasar begitu mewarnai kehidupan masyarakat dan menyebabkan semua aktifitas menjadi bersifat transaksi komersial. Maka dengan kondisi seperti itu, pemimpin kedepan ialah mereka yang saat ini berada di sektor private, memiliki basis intelektual dan juga aktivis. Kedepan kaum muda dari kalangan sektor private ini akan semakin dominan lantaran tidak adanya pengaturan antar wilayah ekonomi, pasar dan politik. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 493.6pt; border-collapse: collapse; margin-left: 6.75pt; margin-right: 6.75pt;" align="left" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="658"> <tbody><tr style="height: 12.75pt;"> <td colspan="3" style="border-style: solid; padding: 0cm 5.4pt; background: rgb(255, 204, 0) none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="4" style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; background: rgb(255, 204, 0) none repeat scroll 0% 50%; width: 132.2pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="176"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 35pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="47"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td colspan="3" style="border-style: none solid solid; padding: 0cm 5.4pt; background: green none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="4" style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; background: green none repeat scroll 0% 50%; width: 132.2pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="176"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 35pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="47"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td colspan="3" style="border-style: solid; padding: 0cm 5.4pt; background: red none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="4" style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; background: red none repeat scroll 0% 50%; width: 134.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="179"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" ><o:p> </o:p></span></p> <br /></td> <td colspan="3" style="border-style: none solid solid; padding: 0cm 5.4pt; background: aqua none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="3" style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; background: aqua none repeat scroll 0% 50%; width: 97pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="129"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1900<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1910<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1920<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1930<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1940<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1950<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1960<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1970<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1980<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >1990<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >2000<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >2010<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 35pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="47"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >2020<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" >2030<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="IN" > <o:p></o:p></span></b></p> <br /></td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Berikut skema pola/alur kepemimpinan bangsa kita :</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penjelasan :</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna jingga menunjukkan periode kaum intelek berpendidikan pada tahun 1900-an, dimana pada periode kemudaan mengenyam pendidikan, periode maturitas (dewasa) menjadi pimpinan nasional. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna hijau menunjukkan periode militer, pada masa kemudaan direkrut menjadi militer dan menjadi pimpinan nasional sampai 2000-an.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna merah menunjukkan periode aktivis, pada masa kemudaan terekrut pada organisasi massa dan politik, pada periode maturitas kepemimpinan nasional sebagai seorang aktivis.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna biru muda menunjukkan periode sektor privat, periode kemudaan dalam dunia bisnis ditunjang dengan pendidikan dan keaktifannya dalam organisasi, dalam masa maturitas kepemimpinan nasional sebagai seorang pengusaha </span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-29686849089371412192007-07-24T16:30:00.000+07:002007-07-24T16:34:44.972+07:00Barack ObamaBarack Obama sangat terkenal di Illinois, Amerika Serikat (AS). Maklum, dia adalah senator AS dari negara bagian tersebut. Tapi, banyakkah orang yang tahu bahwa dia pernah mengenyam sekolah dasar (SD) di Indonesia? Ya, Barack Obama memang senator AS rasa Indonesia.<br /><br />Dari wajahnya, Barack memang tidak memiliki darah Indonesia. Ibu kandungnya, Stanley Ann Dunham, adalah orang Kansas, AS, berkulit putih. Sedangkan ayahnya , Barack Husein Obama, berasal dari Kenya, berkulit hitam. Waktu Barack dilahirkan, kedua orangtuanya adalah mahasiswa di East-West Center di Universitas Hawaii di Manoa.<br /><br />Tapi, mengapa Barack bisa bersekolah di Indonesia? Memang panjang ceritanya. Pria murah senyum kelahiran 4 Agustus 1961 ini mulai membetot perhatian dunia karena pidato utamanya pada Konvensi Nasional Partai Demokrat 2004 lalu. Saat itu, ia menjadi senator negara bagian Illinois. Tahun itu juga, Obama pun terpilih sebagai orang keturunan Afrika pertama yang memenangkan pemilihan ke Senat AS dari Partai Demokrat dari Illinois.<br /><br />Barack mulanya memeluk agama Islam, mengikuti agama ayahnya. Namun, kemudian dia pindah menjadi agama Kristen, setelah ayah dan ibunya bercerai. Ibu dan ayahnya berpisah saat Obama masih berumur dua tahun.<br /><br />Ann Dunham kemudian menikah lagi. Tak disangka, pria yang dipilihnya adalah warga negara Indonesia (WNI) yang saat itu juga seorang mahasiswa East-West Center yang mengambil doktor di bidang geografi. Pria yang kemudian menjadi ayah tiri Obama itu bernama Lolo Soetoro.<br /><br />Setelah Ann-Lolo menikah dan lulus, pasangan ini kemudian pindah ke Indonesia tahun 1960-an. Barack yang mempunyai nama kecil 'Barry' juga diboyong ke Jakarta. Saat tinggal di Jakarta, pasangan Ann-Lolo dikarunia anak seorang perempuan. Adik Barrack ini bernama Maya Soetoro-Ng.<br /><br />Beberapa tahun menikah, Ann dan Lolo kemudian bercerai. Entah apa yang membuat pasangan ini bercerai. Tapi, diduga Ann merasa kurang diperhatikan Lolo, gara-gara Lolo yang seorang geologis ini harus pergi ke Papua mengikuti program tentara Indonesia. Akhirnya, ketika berusia 10 tahun, Barack dan ibunya pun meninggalkan Indonesia. Barack kemudian kembali ke Hawaii dan diasuh kakek-neneknya, Madelyn Dunham.<br /><br />Lantas, ke mana Maya Soetoro, adik Barack? Apakah juga ikut dibawa ke Hawaii oleh ibunya? Atau Maya ikut ayahnya? Informasi ini yang masih belum didapat. Tapi, kabarnya Maya Soetoro juga ikut diboyong Ann Dunham ke AS. Sedangkan Lolo Sotoro sudah meninggal pada 2 Maret 1993.<br /><br />Selama di Hawaii, Barack Obama disekolahkan oleh ibunya di sekolah yang bagus. Setelah meninggalkan SD di Indonesia, sesampai di Hawaii, Barack masuk sekolah kelas lima di Punahou School.<br /><br />Lantas SD mana di Jakarta yang pernah menjadi tempat belajar Barack? Ini yang belum terkuak. Hasil penelusuran detikcom, dia disebut-sebut sekolah di sebuah madrasah (sekolah Islam). Tapi, sekolah apa tepatnya, tidaklah jelas.<br /><br />Barack telah menulis bigrafinya dengan judul 'Dreams From My Father: A Story Of Race And Inheritance Reviews and Compare'. Buku ini laris manis. Sayang, di bukunya itu juga tidak disebutkan pernah bersekolah di mana Barack saat tinggal di Indonesia.<br /><br />Namun, dalam suatu artikel, Barack memang masih punya kenangan manis saat tinggal di Indonesia. Saat ramai merebaknya flu burung, Barack sangat antusias untuk menindaklanjutinya. Dia menulis artikel mengenai flu burung yang juga merebak ke Indonesia itu.<br /><br />Nah, saat itulah dia mengisahkan tentang kehidupannya di Indonesia. Di dalam artikel itu, dia menceritakan saat tinggal di Jakarta, banyak tetangganya yang memelihara ayam di belakang rumahnya. Kebiasaan seperti ini yang kemungkinan bisa menyebabkan semakin melebarnya flu burung di Indonesia.<br /><br />Barack orang yang brilian. Pendidikan sarjananya dia dapatkan dari fakultas hukum Columbia Unversity dengan predikat magna cumlaude. Setelah lulus, dia sempat bekerja sebagai pengacara di New York dan Chicago. Setelah itu, dia maju dalam pemilu di Illionis pada 1997. Dia terpilih sebagai senator di negara bagian itu.<br /><br />Tahun 2004 lalu, dia mengikuti pemilihan senator AS dari Illinois. Menyisihkan banyak kandidat, dia akhirnya menjadi orang pertama keturunan Afrika yang terpilih sebagai senator AS dari Illiois atau menjadi orang kelima keturunan Afrika dari semua negara bagian yang menjadi senator AS. Sudah banyak yang dilakukan olehnya, sehingga menjadi terkenal. Bahkan, dia disebut-sebut sebagai calon presiden AS untuk 2008<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-11264200336339476532007-07-24T14:37:00.000+07:002007-07-24T14:38:06.579+07:00Demo Buruh PT HASI dan NASADemo ribuan buruh PT HASI dan NASA terhadap perusahaan<br />Nike agak aneh. Kedua perusahaan Hartati telah membuat<br />sepatu Nike selama 20 tahun. Kontrak diputus Nike<br />dengan alasan kualitasnya di bawah standar dan<br />delivery-nya tidak tepat waktu.<br /><br />Dengan pengalaman 20 tahun membuat sepatu Nike,<br />harusnya pabrik sepatu tersebut bisa mandiri membuat<br />sepatu dengan merek sendiri tanpa tergantung dari<br />Nike.<br /><br />Ibu Hartati sebagai pengusaha juga harusnya bisa<br />menjaga Quality Control serta akses pasar yang ada.<br /><br />Jadi begitu kontrak diputus oleh Nike, tidak perlu<br />meradang begitu. Buat saja sepatu sendiri. Selama<br />kualitas bagus dan harga terjangkau, masyarakat akan<br />membelinya.<br /><br />Harga sepatu Nike umumnya Rp 500 ribu ke atas. Jika<br />HASI dan NASA bisa membuat dan menjual dengan harga Rp<br />150 ribu untuk sepatu dengan kualitas serupa, tentu<br />masyarakat akan membeli sepatu mereka.<br /><br />Sepertinya memang mental "Bisa" bukan budaya bangsa<br />kita. Di AS, kisah motivasi seperti "The Little Engine<br />that Could" yang menceritakan bahwa jika ada kemauan<br />maka rintangan sebesar apa pub bisa diatasi begitu<br />populer. Sudah saatnya kita memupuk budaya "Bisa" ini<br />di masyarakat kita.<br /><br />Jangan terus jadi bangsa budak/pembantu. (sarkas ih)<br /><br /><br /><a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.antara.co.id/arc/2007/7/19/nike-diminta-perpanjang-order-18-dan-30-bulan/">http://www.antara. co.id/arc/ 2007/7/19/ nike-diminta- perpanjang- order-18- dan-30-bulan/</a><br />Nike Diminta Perpanjang Order 18 dan 30 Bulan<br /><br /><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185260799_1"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185262631_0">Jakarta</span></span> (ANTARA News) - Bos HASI/NASA Hartati Murdaya<br />meminta Nike Inc agar memperpanjang pesanan pembuatan<br />sepatu kepada PT Hardaya Aneka Shoes Industry (HASI)<br />dan Nagasakti Paramashoes Industry (<span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185260799_2"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185262631_1">NASA</span></span>)<br />masing-masing selama 18 dan 30 bulan.<br /><br />Hartati mengemukakan hal itu usai pertemuan dengan<br />Menperin <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185260799_3"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185262631_2">Fahmi Idris</span></span>, Mendag Mari E Pangestu,<br />Menarkertrans Erman Suparno, dan Kepala BKPM M Lutfi<br />di Depperin, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185260799_4"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185262631_3">Jakarta</span></span>, Rabu malam.<br /><br />Ia meminta Nike memutus pesanan pekerjaan membuat<br />sepatu satu persatu, tidak dua sekaligus, mengingat<br />jumlah pekerja yang banyak mencapai 14 ribu orang di<br />kedua perusahaan tersebut.<br /><br />"Buat Nike murah, hanya memberikan `order` saja sampai<br />18 bulan kepada HASI lalu `stop`. Kemudian <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185260799_5"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185262631_4">NASA</span></span><br />(diperpanjang pesanan pekerjaannya sampai) 30 bulan,"<br />kata Hartati.<br /><br />Hal itu, katanya, dinilai adil, karena Nike memutuskan<br />secara sepihak dan mendadak menghentikan pesanan<br />pekerjaan kepada kedua perusahaan pabrik sepatu yang<br />dipimpinnya dan telah membuat sepatu Nike selama<br />sekitar 20 tahun.<br /><br />"Saya pasrah saja, yang terbaik saja, dan yang penting<br />buat saya PHK itu bukan jalan keluar. Uang PHK bisa<br />digunakan untuk investasi di bidang usaha lain,<br />sehingga tenaga kerja dari pabrik saat ini saya bisa<br />pindahkan dan mereka bisa menyambung hidupnya. Saya<br />hanya memerlukan Nike agar bisa memberi suatu sikap<br />yang adil," katanya.<br /><br />Diakui Hartati, pihaknya sulit memenuhi target harga<br />yang diminta Nike, karena upah pekerjanya yang<br />kebanyakan sudah bekerja lebih 15 tahun mencapai di<br />atas Rp1.000.000 per bulan dan ditambah lembur bisa<br />Rp2,0 juta.<br /><br />"Harga sekarang 11 dolar AS per pasang sepatu. Padahal<br />15-18 tahun yang lalu rata-rata 15 dolar AS per pasang<br />sepatu. Nike cari pabrik yang lebih murah lagi 10<br />dolar AS atau bahkan 7,5 dolar AS per pasang sepatu,"<br />katanya.<br /><br />Oleh karena itu, lanjut dia, Nike mencari mitra lain,<br />terutama pabrik baru, yang tenaga kerjanya baru,<br />sehingga upah buruhnya murah di bawah satu juta<br />rupiah.<br /><br />Ia memperkirakan pemutusan kontrak kerja Nike dengan<br />pihaknya, karena pemegang merek sepatu terkemuka di<br />dunia itu tidak melihat peluang harga di HASI/NASA<br />akan turun ke tingkat yang diinginkannya.<br /><br />Hartati meminta Nike sebagai perusahaan dunia<br />mempertimbangkan tanggung jawab sosial dan<br />kemanusiaanya agar tidak memutuskan pemesanan<br />pekerjaan secara mendadak seperti memotong kue. (*)<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-8702061227727562112007-07-24T14:35:00.000+07:002007-07-26T14:04:10.288+07:00Mengapa Alergi Terhadap Perubahan ??<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:13;" >MENGAPA SAYA ALERGI TERHADAP PERUBAHAN?</span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Masih ingat mode celana cutbray tahun 70-an? Potongan bagian atas sempit dan ngepas, tapi sebelah bawah bentuknya lebar seperti payung terbuka setengah. Menjuntai melewati telapak kaki, lengkap dengan sepatu berhak tinggi besar. Jika orang berjalan, celana panjangnya ikut menyapu-nyapu lantai. Kemeja sempit, lengan digulung setengah.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Setelah celana cutbray menghilang, kemudian muncul gaya celana panjang super ketat membungkus tungkai. Orang-orang tidak pusing apakah tungkainya kurus atau lebar dan besar, semua tetap asyik memakai celana stritch yang praktis. Namun sekarang nampaknya orang kembali suka dan sering memakai celana dengan gaya cutbray itu.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Begitulah mode terus berubah, mode menjadi cermin perubahan. Ada keleluasaan dalam berekspresi dan mewujudkan gaya . Meskipun gaya seni kemudian menimbulkan berbagai tanggapan dan argumen. Yang jelas, gaya membentuk citra mode untuk menandai zaman. Sehingga orang yang memakai baju model tahun 80-an, bisa membuat orang yang melihatnya segera berkomentar, ” sst..., tuuh..orang kuno amat ! ”.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51); font-style: italic;font-size:11;" >Jika kita berhenti sejenak dan melihat keadaan di sekeliling. Ternyata semua hal berubah, semua masalah makin berkembang. Zaman berubah, pemikiran berubah, sistem berubah, teknologi berubah, hiburan berubah, gaya berubah. Selama bumi masih berputar, maka perubahan tetap terjadi. <u>Yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri</u>. </span></span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><u><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Lalu, Mengapa Kita Merasa ALERGI Terhadap PERUBAHAN? </span></span></u></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >PENYEBAB :</span></span></b><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><br /></span></span><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >1. Merasa Aman dan Nyaman dengan Hal-Hal RUTIN.</span></span></b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br />Kita pasti setuju kalau sepatu lama itu enak dipakai. Meski modelnya bagus, tapi sepatu baru biasanya ’menggigit’. Kaki bisa lecet dibuatnya. Jadi jika disuruh memilih, kita tentu suka dengan sepatu yang lama. Kulit sepatunya sudah lembut dan kaki kita pun sudah terbiasa dengan sepatu itu. Apalagi jika harus berjalan jauh dengan jalanan berbatu-batu yang sulit. Rasanya bisa membuat kita benar-benar minta ampun.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Sepatu lama itu bisa merupakan simbol dari kebiasaan kita, konsep pemikiran dan paradigma kita, bahkan pekerjaan atau lingkungan kita. Tapi seperti sepatu lama yang suatu ketika rusak dan perlu diganti yang baru, demikan dengan keadaan kita. </span></span><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >Jika tetap merasa aman dan nyaman dengan rutinitas, suatu ketika kita akan kadaluwarsa. </span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >2. Takut Mendapat TANTANGAN Baru.</span></span></b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br />Nasruddin Hoja kehilangan sekeping uang koin. Dengan kebingungan ia nampak mencari-cari kesana kemari. Ia memeriksa setiap jengkal tanah di halaman rumahnya. Akhirnya tiga jam berlalu dan ia belum juga menemukan koin tersebut.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Seorang tetangganya merasa prihatin dan bertanya pada Nasruddin apa yang sedang dicarinya. ” Aku mencari uang koinku yang hilang,” jawab Nasruddin. Sang tetangga kembali bertanya pada Nasruddin, ” Dimana uangmu jatuh ? ”. Sambil terus mengais-ngais tanah dihalaman, Nasruddin berkata, ” Tadi koinku jatuh di dalam rumah, tapi karena di dalam gelap maka kucari di tempat yang terang.”</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Orang yang alergi perubahan sebenarnya adalah <u>orang yang tidak percaya diri</u>.</span></span></b><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><span style="color: rgb(51, 51, 51);"> Mentalnya tidak siap dengan tantangan yang harus dihadapi. <b><u><span style="font-weight: bold;">Sehingga ia menipu diri sendiri dengan menganggap situasilah yang seharusnya mengikuti keinginannya. </span></u></b></span></span><b><u><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br /></span></span></u></b><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><br /></span></span><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >3. Tidak Siap MENYESUAIKAN DIRI.</span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br />Jeremy Q.Lyons adalah direktur perusahaan pembuat mesin ketik West Coast. Pada awalnya West Coast dikenal sebagai perusahaan yang menguasai sebagian besar pasar nasional di Amerika. Namun dengan pengoperasian komputer dimana-mana, penjualan mesin ketik perlahan-lahan menurun. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Lyons</span></span><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><span style="color: rgb(51, 51, 51);"> yang dikenal tidak mudah menerima perubahan, bersikeras untuk terus memproduksi mesin ketik, penjualan merosot jauh hingga perusahaan tersebut akhirnya bangkrut. <b><u><span style="font-weight: bold;">Jika tidak siap mengantisipasi perubahan dan mengadakan usaha pengembangan yang dibutuhkan, maka kita akan mudah tereliminasi.</span></u></b></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >SOLUSI :</span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br /></span></span><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >1. Menyadari Kehidupan adalah PERUBAHAN.</span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br />Kisah puteri Salju sangat terkenal. Ibu tirinya seorang ratu yang jahat dan tidak ingin kecantikannya tersaingi. Tiap hari ratu bertanya pada cermin ajaib siapakah wanita tercantik di negerinya. Cermin ajaib selalu menjawab,“ Tentu saja sang ratu.” </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Waktu terus berlalu, puteri Salju bertumbuh menjadi puteri yang sangat cantik. Hingga suatu ketika, cermin ajaib menjawab, “ Sang ratu adalah wanita yang cantik, tapi puteri Salju jauh lebih cantik.” Ratu menjadi iri lalu ingin membunuh puteri salju. Akhir cerita bisa di tebak. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >Puteri Salju luput dari bahaya dan hidup bahagia dengan pangeran yang mencintainya. Sedangkan ratu yang jahat mendapat hukuman. Berbagai kesibukan dan rutinitas sehari-hari sering membuat kita tidak menyadari keadaan di sekitar kita yang terus berubah. <b><u><span style="font-weight: bold;">Sekali-sekali kita perlu melakukan evaluasi dan retrear atau tinjauan ulang, agar menyadari perubahan-perubahan yang terjadi.</span></u></b></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >2. Mengenali PELUANG dalam Perubahan.</span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br />Seorang mantan eksekutif Group Bakrie memiliki pengalaman menarik dalam mengenali peluang. Setelah melewatkan 25 tahun berkarier di kelompok usaha Bakrie, ia memutuskan mengundurkan diri dan berwirausaha. Dalam situasi krisis ekonomi, ia kemudian sukses merintis perusahaan jasa konsultasi manajemen dan keuangan.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br /><b><u><span style="font-weight: bold;">Cara pandang kita atas perubahan akan mempengaruhi apakah kita mendapat benefit atau justru menderita kerugian. Kita pasti sukses jika sanggup mengenali peluang-peluang baru dalam setiap perubahan. </span></u></b></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:100%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" >3. Menikmati IRAMA Perubahan.</span></span></b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:100%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:12;" ><br /></span></span><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><span style="color: rgb(51, 51, 51);">Apa yang terjadi jika orang menyanyi keroncong dengan iringan musik jazz ? Pasti kacau. Begitu pula dengan perubahan. <b><span style="font-weight: bold;">Pasti kacau jika kita gagal mengikuti dinamika perubahan yang terjadi dan menyesuaikannya dengan tindakan dan keputusan kita.</span></b></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Arial Unicode MS;font-size:130%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);"><b><span style="font-weight: bold;"></span></b></span></span><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ><br />Dinamika perubahan mengalir bagaikan irama musik. Perlu kepekaan dan visi yang tajam untuk membuat antisipasi yang tepat. <b><u><span style="font-weight: bold;">Kita akan sukses dan menjadi pemenang jika kita dapat menikmati setiap perubahan yang terjadi dengan sikap antusias.</span></u></b></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" > </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" ></span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 51);font-size:11;" >KATA-KATA BIJAK</span></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51); font-style: italic;font-size:11;" >Dinamika perubahan adalah cermin realitas kehidupan yang perlu diantisipasi dengan ketajaman visi dan kepekaan sikap yang positif.</span></span></i></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51); font-style: italic;font-size:11;" >Sumber: Milist Alumni ITB<br /></span></span></i></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-59963181858379765652007-07-23T11:53:00.000+07:002007-07-23T11:54:49.082+07:00Penerbangan USA lebih buruk<div><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">Sumber: <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.planecrashinfo.com/worst100.htm">http://www.planecra shinfo.com/ worst100. htm</a></span></div> <div> </div> <div><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">Dari 100 penerbangan fatal, airliner amerika mencapai 17 (top scorer), sedangkan <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1185165383_0">indonesia</span> cuma ada 2.</span></div> <div> </div> <table style="border-collapse: collapse;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="182"><colgroup> <col width="118"> <col width="64"> </colgroup><tbody> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl25" style="border-style: none none none solid; border-color: rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(51, 51, 51); border-width: medium medium medium 1pt; height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;"><strong>AIRLINER</strong></span></td> <td class="xl25" style="border-style: none none none solid; border-color: rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(51, 51, 51); border-width: medium medium medium 1pt; background-color: white;" width="64"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">TOTAL</span></strong></td></tr> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl23" style="border-style: none none none solid; border-color: rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(51, 51, 51); border-width: medium medium medium 1pt; height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185165383_1">USA</span></span></td> <td style="border: medium none rgb(236, 233, 216); background-color: transparent;" align="right"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">17</span></td></tr> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl24" style="border: medium none rgb(236, 233, 216); height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">Rusia</span></td> <td style="border: medium none rgb(236, 233, 216); background-color: transparent;" align="right"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">9</span></td></tr> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl24" style="border: medium none rgb(236, 233, 216); height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185165383_2">China</span><span> </span></span></span></td> <td style="border: medium none rgb(236, 233, 216); background-color: transparent;" align="right"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">7</span></td></tr> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl24" style="border: medium none rgb(236, 233, 216); height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">Jepang</span></td> <td style="border: medium none rgb(236, 233, 216); background-color: transparent;" align="right"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">3</span></td></tr> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl23" style="border-style: none none none solid; border-color: rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(236, 233, 216) rgb(51, 51, 51); border-width: medium medium medium 1pt; height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185165383_3">India</span></span></td> <td style="border: medium none rgb(236, 233, 216); background-color: transparent;" align="right"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">2</span></td></tr> <tr style="height: 15pt;" height="20"> <td class="xl24" style="border: medium none rgb(236, 233, 216); height: 15pt; background-color: white;" height="20" width="118"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1185165383_4">Indonesia</span></span></td> <td style="border: medium none rgb(236, 233, 216); background-color: transparent;" align="right"><span style="font-family:Arial;font-size:85%;">2</span></td></tr></tbody></table><br />Namun apakah Uni Eropa berani mencekal penerbangan USA ??!!!<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-6791008283070741582007-07-21T15:10:00.000+07:002007-07-21T15:22:59.979+07:00Awaken the Leader In You<pre style="text-align: center; line-height: 14.4pt;"><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">Awaken the Leader In You: 10 easy steps to developing your leadership skills –<o:p></o:p></span></b></pre><pre style="text-align: center; line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">By Sharif Khan<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">"The miracle power that elevates the few is to be found in their industry, application, and perseverance, under the promptings of a brave determined<o:p></o:p><br />spirit." - Mark Twain<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p> </o:p>Many motivational experts like to say that leaders are made, not born. I would argue the exact opposite. I believe we are all natural born leaders, but have been deprogrammed along the way. As children, we were natural leaders - curious and humble, always hungry and thirsty for knowledge, with an incredibly vivid imagination; we knew exactly what we wanted, were persistent and determined in getting what we wanted, and had the ability to motivate, inspire, and influence everyone around us to help us in accomplishing our mission. So why is this so difficult to do as adults? What happened?<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p> </o:p>As children, over time, we got used to hearing, No, Don't, and Can't. No! Don't do this. Don't do that. You can't do this. You can't do that. No! Many of our parents told us to keep quiet and not disturb the adults by<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">asking silly questions. This pattern continued into high school with our teachers telling us what we could do and couldn't do and what was possible. Then many of us got hit with the big one institutionalized formal education known as college or university. Unfortunately, the traditional educational system doesn't teach students how to become leaders; it teaches students how to become polite order takers for the corporate world. Instead of learning to become creative, independent, self-reliant, and think for themselves, most people learn how to obey and intelligently follow rules to keep the corporate machine humming.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p>Developing the Leader in you to live your highest life, then, requires a process of unlearning by self-remembering and self-honoring. Being an effective leader again will require you to be brave and unlock the door to your inner attic, where your childhood dreams lie, going inside to the heart. Based on my over ten years research in the area of human development and leadership, here are ten easy steps you can take to <o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">awaken the Leader in you and rekindle your passion for greatness.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">1.<b style=""> Humility</b>. Leadership starts with humility. To be a highly successful leader, you must first humble yourself like a little child and be willing to serve others. Nobody wants to follow someone who is arrogant. Be humble as a child, always curious, always hungry and thirsty for knowledge. For what is excellence but knowledge plus knowledge plus knowledge – always wanting to better yourself, always improving, always growing.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">When you are humble, you become genuinely interested in people because you want to learn from them. And because you want to learn and grow, you will be a far more effective listener, which is the #1 leadership <o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">communication tool. When people sense you are genuinely interested in them, and listening to them, they will naturally be interested in you and listen to what you have to say.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">2. SWOT Yourself.</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"> SWOT is an acronym for Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats. Although it's a strategic management tool taught at Stanford and <st1:place st="on"><st1:placename st="on">Harvard</st1:placename> <st1:placename st="on">Business</st1:placename> <st1:placetype st="on">Schools</st1:placetype></st1:place> and used by large<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">multinationals, it can just as effectively be used in your own professional development as a leader. This is a useful key to gain access to self-knowledge, self-remembering, and self-honoring. Start by listing all your Strengths including your accomplishments. Then write down all your Weaknesses and what needs to be improved. Make sure to include any doubts, anxieties, fears, and worries that you may have. These are the<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">demons and dragons guarding the door to your inner attic. By bringing them to conscious awareness you can begin to slay them. Then proceed by listing all the Opportunities you see available to you for using your <o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">strengths. Finally, write down all the Threats or obstacles that are currently blocking you or that you think you will encounter along the way to achieving your dreams.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p></span><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">3. Follow Your Bliss</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">. Regardless of how busy you are, always take time to do what you love doing. Being an alive and vital person vitalizes others. When you are pursuing your passions, people around you cannot help but feel impassioned by your presence. This will make you a charismatic leader. Whatever it is that you enjoy doing, be it writing, acting, painting, drawing, photography, sports, reading, dancing, networking, or working on entrepreneurial ventures, set aside time every week, ideally two or three hours a day, to pursue these activities. Believe me, you'll find the time. If you were to video tape yourself for a day, you would be shocked to see how much time goes to waste!<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p></span><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">4. Dream Big</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">. If you want to be larger than life, you need a dream that's larger than life. Small dreams won't serve you or anyone else. It takes the same amount of time to dream small than it does to dream big. So be<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">Big and be Bold! Write down your One Biggest Dream. The one that excites you the most. Remember, don't be small and realistic; be bold and unrealistic! Go for the Gold, the Pulitzer, the Nobel, the Oscar, the highest you can possibly achieve in your field. After you ve written down your dream, list every single reason why you CAN achieve your dream instead of worrying about why you can't.<o:p> </o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">5. Vision</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">. Without a vision, we perish. If you can't see yourself winning that award and feel the tears of triumph streaming down your face, it's unlikely you will be able to lead yourself or others to victory. Visualize<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">what it would be like accomplishing your dream. See it, smell it, taste it, hear it, feel it in your gut.<o:p> </o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">6. Perseverance</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">. Victory belongs to those who want it the most and stay in it the longest. Now that you have a dream, make sure you take consistent action every day. I recommend doing at least 5 things every day that will move you closer to your dream.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p></span><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">7. Honor Your Word.</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"> Every time you break your word, you lose power. Successful leaders keep their word and their promises. You can accumulate all the toys and riches in the world, but you only have one reputation in life. Your word is gold. Honor it.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p></span><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">8. Get a <st1:city st="on"><st1:place st="on">Mentor</st1:place></st1:city>.</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"> Find yourself a mentor. Preferably someone who has already achieved a high degree of success in your field. Don't be afraid to ask. You've got nothing to lose. Mentors.ca is an excellent mentoring<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">website and a great resource for finding local mentoring programs. They even have a free personal profile you can fill out in order to potentially find you a suitable mentor. In addition to mentors, take time to study<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">autobiographies of great leaders that you admire. Learn everything you can from their lives and model some of their successful behaviors.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p></span><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">9. Be Yourself.</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"> Use your relationships with mentors and your research on great leaders as models or reference points to work from, but never copy or imitate them like a parrot. Everyone has vastly different leadership styles. History books are filled with leaders who are soft-spoken, introverted, and quiet, all the way to the other extreme of being out-spoken, extroverted, and loud, and everything in between. A quiet and<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">simple Gandhi or a soft-spoken peanut farmer named Jimmy Carter, who became president of the <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">United States</st1:country-region></st1:place> and won a Nobel Peace Prize, have been just as effective world leaders as a loud and flamboyant <o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">Churchill, or the tough leadership style employed by The Iron Lady, Margaret Thatcher. I admire Hemingway as a writer. But if I copy Hemingway, I'd be a second or third rate Hemingway, at best, instead of a first rate Sharif. Be yourself, your best self, always competing against yourself and bettering yourself, and you will become a first rate YOU instead of a second rate somebody else.<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p></o:p></span><b style=""><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">10. Give.</span></b><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"> Finally, be a giver. Leaders are givers. By giving, you activate a universal law as sound as gravity life gives to the giver, and takes from the taker. The more you give, the more you get. If you want more love, respect, support, and compassion, give love, give respect, give support, and give compassion. Be a mentor to others. Give back to your community. As a leader, the only way to get what you want, is by helping enough people get what they want first. As Sir Winston Churchill once said, "We make a living by what we get, we make a life by what we give."<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">About the author <o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">Sharif Khan is a professional speaker and author of, Psychology of the Hero Soul, as seen on www.HeroSoul.com and acclaimed by bestselling authors Les Brown (Live Your Dreams), Mark Victor Hansen (The Chicken Soup for the Soul series), Debbie Ford (The Dark Side of the Light Chasers) and<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US">many others. You can reach him at <a href="http://us.f413.mail.yahoo.com/ym/Compose?To=sharif@herosoul.com&YY=46205&order=down&sort=date&pos=0">sharif@herosoul.com</a> or<span style=""> </span>on the web at<o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><a href="http://www.herosoul.com/" target="_blank">http://www.herosoul.com</a><o:p></o:p></span></pre><pre style="line-height: 14.4pt;"><span style=";font-family:Arial;color:black;" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></pre><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-68732100818518509882007-07-05T21:19:00.000+07:002007-07-05T21:37:40.606+07:00Tren Kepemimpinan Bangsa<p class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 36pt;" align="center"><b style=""><span lang="IN">TREN KEPEMIMPINAN BANGSA<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Harus kita akui pada saat ini, belum ada lembaga yang sengaja memikirkan sistematika khusus dan mengimplementasikannya untuk melahirkan seorang pemimpin kecuali TNI (dulu ABRI). Tidak sedikit masyarakat maupun organisasi yang menganggap<span style=""> </span>bahwa kepemimpinan adalah <i style="">given</i> (pemberian atau anugerah) semata, tidak perlu upaya dan rekayasa. Sang satria piningit (pemimpin) sudah ada dengan sendirinya, terlahir dengan sendirinya. Tinggal ditunggu kemunculannya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Selain kendala diatas, juga terjadinya dislokasi sosial pada aktivis, angkatan 66 misalnya. Mereka berhasil menggulingkan pemerintahan dan mengangkat Soeharto, yang pada akhirnya turut menikmati hasil pembangunan ekonomi, namun pada akhirnya terjebak tidak dapat menjadi generasi penerus dan penegas pergerakan untuk perubahan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Keberhasilan Soeharto menggantikan Soekarno ternyata berimbas panjang, terutama karena adanya konflik Gerakan 30 September. Selepas G-30 S PKI sampai dengan saat ini kita dapat melihat bahwa militer menjadi anak emas. Partai politik dan masyarakat berpikir semua kepemimpinan politik dapat disediakan militer (TNI), tidak perlu ada kaderisasi di partai politik. Hal tersebut telihat nyata sampai dengan saat ini, terutama ketika rezim Soeharto, dimana hampir seluruh kepemimpinan di negara ini dikuasai militer, mulai dari kepala kelurahan sampai kepala negara.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Kecenderungan partai politik untuk tidak menyediakan kader pemimpin dari partainya terbawa sampai dengan saat ini. Mereka cenderung berpikir bagaimana menghadapi, meraih dan melanggengkan kekuasaan semata tanpa disertai dengan penyiapan pemimpin bangsa kedepan, ditambah dengan belum dioptimalkannya potensi anak muda dalam partai politik bersangkutan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Apabila kita lihat pada alur sejarah kepemimpinan bangsa ini, sebelum kebangkitan nasional pemimpin pada umumnya muncul dari kalangan agama atau budaya (darah biru). Pada tahun 1900-an, mulai muncul trend baru kepemimpinan di bangsa kita, dimana pemuda yang mengenyam pendidikan pada masa itu, sekitar 20-30 tahun berikutnya muncul sebagai pimpinan nasional, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dsb. Ketika Indonesia merdeka, maka usaha mempertahankan kemerdekaan adalah aktivitas utama. Sehingga aktivitas militer menjadi <i style="">core</i> atau inti bagi bangsa ini. Anak muda yang terekrut melalui jalur militer pada tahun-tahun ini setelah 20-30 tahun, keberanian mengantar mereka pada jalur utama kepemimpinan nasional, ditambah dengan munculnya peristiwa Gerakan 30 September yang sudah disinggung diawal. Kecenderungan ini bukanlah suatu hal yang aneh disuatu negara yang baru merdeka, militer menjadi dominan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Pada masa 60-an, bahkan sampai dengan belasan dan puluhan tahun kedepan, kepemimpinan militer menjadi langgeng karena tidak ada akomodasi terhadap demokrasi. Masa 70-an, kecenderungan berubah dengan munculnya pergerakan pemuda terutama kalangan intelektual. Namun gerakan intelektual pada masa ini dinilai berbeda apabila dibandingkan dengan pada masa-masa awal yakni tahun 1900-an. Pada masa 70-an dinilai lebih kecil karakter intelektualitas gerakannya, karena yang lebih dominan ialah gerakan politik praktisnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Memasuki era 90-an, ketika demokratisasi mulai muncul, maka peluang kader pemimpin pun terbuka. Liberalisasi politik membuka peluang bagi pemuda aktif dalam kancah politik nasional. Mereka inilah yang muncul sebagai pemimpin gerakan nasional beberapa waktu belakangan ini. Pada era ini, aktifis mahasiswa tahun 60, 70, 80-an mengisi lembaga-lembaga politik negara dari mulai legislatif sampai eksekutif di berbagai tingkatan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Lantas bagaimana saat ini dan kedepan ? Kecenderungan utama yang sangat memengaruhi pada saat ini dan kedepan ialah pasar. Pasar begitu mewarnai kehidupan masyarakat dan menyebabkan semua aktifitas menjadi bersifat transaksi komersial. Maka dengan kondisi seperti itu, pemimpin kedepan ialah mereka yang saat ini berada di sektor private, memiliki basis intelektual dan juga aktivis. Kedepan kaum muda dari kalangan sektor private ini akan semakin dominan lantaran tidak adanya pengaturan antar wilayah ekonomi, pasar dan politik. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 493.6pt; border-collapse: collapse; margin-left: 6.75pt; margin-right: 6.75pt;" align="left" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="658"> <tbody><tr style="height: 12.75pt;"> <td colspan="3" style="border-style: solid; border-color: windowtext black windowtext windowtext; border-width: 1pt; padding: 0cm 5.4pt; background: rgb(255, 204, 0) none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="4" style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext black windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; background: rgb(255, 204, 0) none repeat scroll 0% 50%; width: 132.2pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="176"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 35pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="47"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td colspan="3" style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color black windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; background: green none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="4" style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext black windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; background: green none repeat scroll 0% 50%; width: 132.2pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="176"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 35pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="47"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td colspan="3" style="border-style: solid; border-color: windowtext black windowtext windowtext; border-width: 1pt; padding: 0cm 5.4pt; background: red none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="4" style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color black windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; background: red none repeat scroll 0% 50%; width: 134.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="179"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td style="padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </td> <td colspan="3" style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color black windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; background: aqua none repeat scroll 0% 50%; width: 99.15pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Kemudaan<o:p></o:p></span></p> </td> <td colspan="3" style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color black windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; background: aqua none repeat scroll 0% 50%; width: 97pt; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="129"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">Periode Maturitas<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style="height: 12.75pt;"> <td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1900<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1910<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1920<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1930<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1940<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1950<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1960<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1970<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1980<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">1990<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">2000<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.05pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="44"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">2010<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 35pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="47"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">2020<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 34pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="45"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN">2030<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 28pt; height: 12.75pt;" nowrap="nowrap" valign="bottom" width="37"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;" lang="IN"> <o:p></o:p></span></b></p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Berikut skema pola/alur kepemimpinan bangsa kita :</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penjelasan :</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna jingga menunjukkan periode kaum intelek berpendidikan pada tahun 1900-an, dimana pada periode kemudaan mengenyam pendidikan, periode maturitas (dewasa) menjadi pimpinan nasional. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna hijau menunjukkan periode militer, pada masa kemudaan direkrut menjadi militer dan menjadi pimpinan nasional sampai 2000-an.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna merah menunjukkan periode aktivis, pada masa kemudaan terekrut pada organisasi massa dan politik, pada periode maturitas kepemimpinan nasional sebagai seorang aktivis.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Warna biru muda menunjukkan periode sektor privat, periode kemudaan dalam dunia bisnis ditunjang dengan pendidikan dan keaktifannya dalam organisasi, dalam masa maturitas kepemimpinan nasional sebagai seorang pengusaha </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p>Diolah dari Kompas<br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-85080776928478778772007-06-19T21:53:00.000+07:002007-06-19T21:54:36.128+07:00Zoellick to the Rescue ?<p class="MsoBodyText"><b><span style="font-size: 14pt;"><br /></span></b></p> <p class="MsoBodyText"><b><span style="font-size: 14pt;">Zoellick to the Rescue?</span></b></p> <p class="MsoBodyText"><i>Kenneth Rogoff</i></p> <p class="MsoBodyText"><br /></p> <p class="MsoBodyText">Will newly anointed World Bank President <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_19">Robert Zoellick</span> be able to get the organization back on its feet after the catastrophic failed presidency of <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_20">Paul Wolfowitz</span>? Although hardly a megawatt star of the Bob Rubin category, he certainly brings some positive attributes to the job. </p> <p class="MsoBodyText">First, as a key player in bringing <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_21">China</span> into the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_22">World Trade Organization</span>, Zoellick is a proven internationalist in an American administration where internationalists have sometimes seemed like an endangered species. Second, he is a firm believer in the power of markets and free trade, which have clearly done far more to alleviate poverty over the past half-century than any aid program. Third, he seems to have been a consistent behind-the-scenes supporter of the Bank, whereas many of his Bush administration colleagues would be just as happy to see it shut down and its Washington headquarters turned into private condominiums and offices. So presumably he has a constructive vision for the Bank’s future. </p> <p class="MsoBodyText">But Zoellick is not without his weaknesses. First and foremost, his appointment extends the embarrassingly outmoded practice of always installing an American in the job. With the Bank tirelessly preaching the merits of good governance, its failure to adopt democratic principles undercuts its own legitimacy. The claim that the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_23">World Bank</span> needs an American president to ensure that the US keeps donating money is ridiculous. The annual cost of the US contribution to the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_24">World Bank</span>, even taking into account off-the-books loan guarantees, is relatively minor. Any number of developing countries, from <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_25">China</span> to <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_26">India</span> to <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_27">Brazil</span> , could easily step up if the US foolishly stepped down. </p> <p class="MsoBodyText">Zoellick’s background as a lawyer hardly makes him perfect for the job, either. The <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_28">World Bank</span> presidency is not about negotiating treaties, as Zoellick did when he was US Trade Representative. The Bank’s most important role in development today is as a “knowledge bank” that helps aggregate, distill, and disseminate best practices from around the world. In this respect, the Bank’s technical assistance to governments is very similar to what private consultants offer to companies. </p> <p class="MsoBodyText">Moreover, many of the World Bank president’s most important decisions involve economics in an essential way. Wrong economic decisions, such as in the 1970’s, when Robert McNamara pushed grandiose, but environmentally devastating, infrastructure projects, have haunted the Bank for decades. </p> <p class="MsoBodyText">The biggest question mark, though, is whether Zoellick will be able to hit the ground running and implement desperately needed reforms. Reform number one, of course, is to ensure that the next World Bank President is not an American. Rodrigo de Rato, Zoellick’s counterpart at the European-dominated <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_29">International Monetary Fund</span>, has already suggested that his successor should be chosen in a more inclusive process. The <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_30">World Bank</span> should be ashamed that its president has not yet offered a similar proposal. </p> <p class="MsoBodyText">Second, Zoellick should ask why the Bank spends only 2.5% of its budget on the “knowledge bank” research function that it trumpets so proudly in its external relations materials, while it spends three times that amount on maintaining its executive board. </p> <p class="MsoBodyText">Third, Zoellick should use his formidable negotiating skills to cajole rich countries into greatly increasing the grant component of World Bank aid. The idea that a big government-guarante ed global bank is needed to fill holes in private capital markets is laughable nowadays. True, the Bank’s poorest clients have little access to private capital markets. By and large, however, the poorest countries need grants, not loans that they still won’t be able to pay in 20 years. </p> <p class="MsoBodyText">As the Bank switches from loans to grants, it can use some of its massive retained earnings to endow its “knowledge bank” function and related technical advice. But all this knowledge shouldn’t be free. A lot of technical advice falls on deaf ears, with countries listening only long enough to get their hands on Bank money. Instead of merely pushing its agenda, the Bank should start charging for its technical advice on a graduated scale so that more of its engagements are client-driven. </p> <p class="MsoBodyText">Last but not least, the Bank needs to play a much bigger role in environmental issues and, in general, in promoting good international citizenship by both rich and poor countries. (Some of us have been proposing this for almost two decades.) </p> <p class="MsoBodyText">Of course, Zoellick could just attempt to fill the role symbolically and do little or nothing, as some of his predecessors have done. Or, less likely, he could embrace some megalomaniacal and over-reaching vision of government intervention, as others have tried. In any case, let’s wish him luck. The world needs the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_31">World Bank</span> a lot more than it needs another condominium. </p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="font-size: 11pt;">** Kenneth Rogoff is Professor of Economics and Public Policy at <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_32">Harvard University</span>, and was formerly chief economist at the IMF. </span></i></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-16626373560138351192007-06-19T21:51:00.000+07:002007-06-19T21:53:33.769+07:00Questionsfor Robert Zoellick<p class="MsoBodyText"><b><span style="font-size: 14pt;">Questions for <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_0">Robert Zoellick</span></span></b></p> <p class="MsoBodyText"><i>Joseph E. Stiglitz</i></p> <p class="MsoBodyText"><br /></p><p class="MsoBodyText"><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_1">Paul Wolfowitz</span>’s resignation from the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_2">World Bank</span> solved one problem, but brought another to light. When Wolfowitz’s name was first mentioned as a candidate to lead the world’s premier development bank, the idea that the architect of America ’s failure in <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_3">Iraq</span> would be so rewarded was met by incredulity. But <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_4">President George W. Bush</span> had, from the beginning of his administration, sought to undermine multilateral institutions and agreements. Wolfowitz’s nomination seemed to be part of that effort. </p> <p class="MsoBodyText">Should Bush, a lame duck president with little support at home and less abroad, now be allowed to appoint the next World Bank president? Bush has already demonstrated his lack of judgment. Why give him another chance? </p> <p class="MsoBodyText">The arguments against the “old boy” system – by which the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_5">United States</span> appoints the head of the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_6">World Bank</span> and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_7">Europe</span> the head of the IMF – are especially compelling today How effective can the Bank be in promoting good governance and fighting corruption if its president is chosen in a process that demonstrates flaws in its own governance? How credible will an anti-corruption message be when delivered by an appointee of what is considered one of the most corrupt and incompetent administrations in US history? </p> <p class="MsoBodyText">Interestingly, as several heads of US Congressional committees have pointed out, it is in America’s interest for the Bank to be led by the most qualified person, selected in an open and transparent process, regardless of nationality, gender, or race. This requires a change in how its president is chosen, and, at Congressional hearings on the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_8">World Bank</span> – the first in 13 years – I, like everyone who testified, called for this key reform. </p> <p class="MsoBodyText">Presidential appointments to senior posts in America ’s government are subject to open hearings. Regardless of whether the old boy system is preserved – but especially if it is – the Bank’s Board should likewise conduct open hearings on Bush’s nominee to succeed Wolfowitz. Here are some of the questions – with some hints at right and wrong answers – that it should ask any proposed candidate for the Bank’s presidency, including Bush’s nominee, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_9">Robert Zoellick</span>: </p> <p class="MsoBodyText">Do you believe that the president of the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_10">World Bank</span> should put the interests of developing countries first? Will you press for <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_11">Europe</span> and America to eliminate their agricultural subsidies? Will you advocate a development round that emphasizes liberalization of labor markets more than capital markets, elimination of non-tariff barriers that keep developing countries’ goods out of advanced industrial countries, and abolition of so-called “escalating tariffs,” which impede development? Will you be open to research even when that research shows that policies of the advanced industrial countries may, at least in some circumstances, not be in the interests of developing countries? </p> <p class="MsoBodyText">During James Wolfensohn’s presidency of the Bank, there was a change in philosophy. We encouraged research-based policies, even when that research was critical of policies being pushed by certain advanced industrial countries and by some in the Bank. When our research showed that certain policies (like agricultural subsidies) were hurting developing countries, we publicized the findings, helping to redefine the debate. </p> <p class="MsoBodyText">Will you support the initiative of developing countries to have a development- oriented intellectual property regime? </p> <p class="MsoBodyText">What separates developing countries from developed countries is not only the gap in resources, but also a gap in knowledge. The Bank should be viewed, in part, as a Knowledge Bank, and it should advocate reforms that enhance developing countries’ access to knowledge. Access to generic medicines is essential if developing countries, with their limited budgets, are to improve the health of the poor. TRIPs, the intellectual property provisions of the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_12">Uruguay</span> round, were designed to reduce access to generic medicines – and they succeeded. But as bad as TRIPs are, the bilateral trade agreements that Bush has been pushing are worse. Any candidate claiming to represent the interests of developing countries must distance himself from these policies. </p> <p class="MsoBodyText">Will you work to redefine the criteria by which countries get access to funds? </p> <p class="MsoBodyText">Today, money goes to countries that are neither most in need nor can most effectively use it. Complying with current orthodoxies – for example, on privatization and liberalization – can earn you points on “good governance,” and thus increase aid allocations—even when they reduce true aid effectiveness. </p> <p class="MsoBodyText">Do you think countries that are corrupt should be cut off from funding? If so, will do you so in a consistent way? If not, how should the Bank respond? Will you support a comprehensive anti-corruption agenda, including closing down secret bank accounts? </p> <p class="MsoBodyText">One of the flaws of Wolfowitz’s anti-corruption agenda that expansion or continuation of aid for countries favored by the Bush administration, like <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_13">Iraq</span> or <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_14">Pakistan</span>, was pushed, regardless of how corrupt they were, while there was little tolerance elsewhere. Problems with <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_15">Uzbekistan</span> were overlooked – until it fell out of favor with the US . </p> <p class="MsoBodyText">Likewise, the Bush administration opposed the OECD initiative to restrict bank secrecy – until it realized that secret bank accounts help finance terrorists. Since then, it has shown that it can close secret bank accounts, but has chosen to do so only for terrorists. </p> <p class="MsoBodyText">Do you think the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_16">World Bank</span> should do more to encourage countries to adopt core labor standards? </p> <p class="MsoBodyText">Not only has the Bank not been active in promoting these globally agreed standards, there is a concern that the Bank discourages collective bargaining and protections for workers when it talks about “flexible labor markets” and conditions that are conducive to private investment. </p> <p class="MsoBodyText">The old boy system of choosing the head of the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182263877_17">World Bank</span> must go. It has done enough damage. But if the advanced industrial countries that control the Bank refuse to stand by their principles, at least they should give a nod to greater transparency. The world should know what it is getting. Open hearings would be a step in the right direction. </p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="font-size: 11pt;">** Joseph Stiglitz is a Nobel laureate in economics. His latest book is Making Globalization Work. </span></i></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 11pt;">Copyright: Project Syndicate, 2007. <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.project-syndicate.org/commentary/stiglitz88"><span style="background: transparent none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182263877_18">http://www.project- syndicate. org/commentary/ stiglitz88</span></a></span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-2572888474563411102007-06-19T21:46:00.000+07:002007-06-19T21:47:37.011+07:00A Fair Deal on Climate Change<p class="MsoBodyText"><b><span style="font-size: 14pt;">A Fair Deal on Climate Change</span></b></p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_31">Peter Singer</span></i></p> <p class="MsoBodyText"> </p> <p class="MsoBodyText">The agreement on climate change reached at Heiligendamm by the G8 leaders merely sets the stage for the real debate to come: how will we divide up the diminishing capacity of the atmosphere to absorb our greenhouse gases? </p> <p class="MsoBodyText">The G8 leaders agreed to seek “substantial” cuts in <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_32">greenhouse gas emissions</span> and to give “serious consideration” to the goal of halving such emissions by 2050 – an outcome hailed as a triumph by German Chancellor Angela Merkel and British Prime Minister Tony Blair. Yet the agreement commits no one to any specific targets, least of all the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_33">United States</span> , whose president, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_34">George W. Bush</span>, will no longer be in office in 2009, when the tough decisions have to be made. </p> <p class="MsoBodyText">One could reasonably ask why anyone thinks such a vague agreement is any kind of advance at all. At the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_35">United Nations</span> Conference on Environment and Development in <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_36">Rio de Janeiro</span> in 1992, 189 countries, including the US, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_37">China</span>, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_38">India</span>, and all the European nations, signed the UN Framework Convention on Climate Change, thereby agreeing to stabilize greenhouse gases “at a low enough level to prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system.” </p> <p class="MsoBodyText">Fifteen years later, no country has done that. US per capita <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_39">greenhouse gas emissions</span>, already the highest of any major nation when Bush took office, have continued to rise. In March, a leaked Bush administration report showed that US emissions were expected to rise almost as fast over the next decade as they did during the previous decade. Now we have yet another agreement to do what these same nations said they would do 15 years ago. That’s a triumph? </p> <p class="MsoBodyText">If Bush or his successor wants to ensure that the next round of talks fails, that will be easy enough. In justifying his refusal to sign the Kyoto Protocol, Bush has always referred to the fact that it did not commit <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_40">China</span> and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_41">India</span> to mandatory emission limits. Now, in response to suggestions by Bush and other G8 leaders that the larger developing nations must be part of the solution to climate change, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_42">Ma Kai</span>, the head of <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_43">China</span> ’s National Development and Reform Commission, has said that <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_44">China</span> will not commit to any quantified emissions reduction targets. Likewise, the spokesman of <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_45">India</span> ’s foreign minister, Navtej Sarna, has said that his country would reject such mandatory restrictions. </p> <p class="MsoBodyText">Are <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_46">China</span> and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_47">India</span> being unreasonable? Their leaders have consistently pointed out that our current problems are the result of the gases emitted by the industrialized nations over the past century. That is true: most of those gases are still in the atmosphere, and without them the problem would not be nearly as urgent as it now is. <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_48">China</span> and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_49">India</span> claim the right to proceed with industrialization and development as the developed nations did, unhampered by limits on their <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_50">greenhouse gas emissions</span>. </p> <p class="MsoBodyText"> <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_51">China</span> , <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_52">India</span> , and other developing nations, have a point – or rather, three points. First, if we apply the principle “You broke it, you fix it,” then the developed nations have to take responsibility for our “broken” atmosphere, which can no longer absorb more greenhouse gases without the world’s climate changing. Second, even if we wipe the slate clean and forget about who caused the problem, it remains true that the typical US resident is responsible for about six times more <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_53">greenhouse gas emissions</span> than the typical Chinese, and as much as 18 times more than the average Indian. Third, the richer nations are better able than less well-off nations to absorb the costs of fixing the problem without causing serious harm to their populations. </p> <p class="MsoBodyText">But it is also true that if <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_54">China</span> and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_55">India</span> continue to increase their output of greenhouse gases, they will eventually undo all the good that would be achieved by deep emissions cuts in the industrialized nations. This year or next, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_56">China</span> will overtake the US as the world’s biggest greenhouse gas emitter – on a national, rather than a per capita basis, of course. In 25 years, according to Fatih Birol, chief economist at the International Energy Agency, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_57">China</span>’s emissions could be double those of the US , <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_58">Europe</span> , and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_59">Japan</span> combined. </p> <p class="MsoBodyText">But there is a solution that is both fair and practical: </p> <p class="MsoBodyText">Establish the total amount of greenhouse gases that we can allow to be emitted without causing the earth’s average temperature to rise more than two degrees Celsius (3.6 degrees Fahrenheit), the point beyond which climate change could become extremely dangerous. Divide that total by the world’s population, thus calculating what each person’s share of the total is. Allocate to each country a <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_60">greenhouse gas emissions</span> quota equal to the country’s population, multiplied by the per person share. Finally, allow countries that need a higher quota to buy it from those that emit less than their quota. The fairness of giving every person on earth an equal share of the atmosphere’s capacity to absorb our <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_61">greenhouse gas emissions</span> is difficult to deny. Why should anyone have a greater entitlement than others to use the earth’s atmosphere? </p> <p class="MsoBodyText">But, in addition to being fair, this scheme also has practical benefits. It would give developing nations a strong incentive to accept mandatory quotas, because if they can keep their per capita emissions low, they will have excess emissions rights to sell to the industrialized nations. The rich countries will benefit, too, because they will be able to choose their preferred mix of reducing emissions and buying up emissions rights from developing nations. </p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="font-size: 11pt;">** <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_62">Peter Singer</span> is Professor of Bioethics at </span></i><i><span style="font-size: 11pt;">Princeton</span></i><i><span style="font-size: 11pt;"> </span></i><i><span style="font-size: 11pt;">University</span></i><i><span style="font-size: 11pt;"> and Laureate Professor at the </span></i><i><span style="font-size: 11pt;">University</span></i><i><span style="font-size: 11pt;"> of </span></i><i><span style="font-size: 11pt;">Melbourne</span></i><i><span style="font-size: 11pt;">. His books include How Are We to Live? and Writings on an Ethical Life. </span></i></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-56053480613104231032007-06-19T21:45:00.000+07:002007-06-19T21:46:10.111+07:00G-8 Summit and Climate Change<span style="font-size: 12pt;"><br /> </span> <p class="MsoBodyText"><b><span style="font-size: 14pt;">G-8 </span></b><b><span style="font-size: 14pt;">Summit</span></b><b><span style="font-size: 14pt;"> and Climate Change</span></b></p> <p class="MsoBodyText"><i>Katherine Sierra</i></p> <p class="MsoBodyText"> </p> <p class="MsoBodyText">Two years ago, the G8 Summit in Gleneagles , <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_14">Scotland</span> promised to advance a clean development agenda and mobilize financial support for greener growth in the key emerging market economies. This year’s meeting, in <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_15">Heiligendamm , Germany</span> , must deliver on that promise. </p> <p class="MsoBodyText">Since Gleneagles, a critical mass of public support to act decisively on climate change has developed. Some say a tipping point has occurred. The science and the economics of climate change has come closer as a result of the overwhelming scientific evidence in the studies of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) and Sir Nicholas Stern’s Report for the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_16">UK</span> government on the costs of action and inaction. Around the world expert officials, the business community, concerned citizens, and responsive governments are coming together to find common solutions to a global problem that may be the single most important issue we face as a global community. </p> <p class="MsoBodyText">In Heiligendamm, the G-8 leaders, together with representatives of major emerging economies (<span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_17">Brazil</span>, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_18">Mexico</span>, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_19">China</span>, <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_20">India</span>, and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_21">South Africa</span>, who have a critical stake in energy consumption to continue to generate economic growth), will discuss a comprehensive approach encompassing a set of energy options, from energy efficiency and renewable energy, to clean coal, carbon capture and storage, and carbon sequestration. They also have a chance to advance the use of market mechanisms to do two things: mitigate climate change, and, at the same time, create incentives for expanded use of clean energy. </p> <p class="MsoBodyText">An important way to achieve both objectives is by expanding carbon markets. Carbon finance is an effective vehicle for channeling funds for climate-friendly investments, including to the developing world. Last year alone the size of the world carbon market tripled to over $30 billion, of which about 20 percent went to projects in the developing world. By one estimate, with a long term, predictable, and equitable post-2012 global regulatory framework for curbing <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_22">greenhouse gas emissions</span> (when the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_23">Kyoto protocol</span> expires), carbon markets could develop exponentially and deliver financial flows to developing countries of anywhere between $20 and $120 billion dollars/year. </p> <p class="MsoBodyText">The funds are sorely needed. The <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_24">World Bank</span> calculations show that developing countries need an annual investment of about $165 billion through 2030 just to supply electricity to their people. Of this sum, only about half is readily identifiable. On top of this $80 billion gap, developing countries will need another $30 billion per year to reduce their <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_25">greenhouse gas emissions</span> from the power sector alone and get on a low-carbon development path, and $10-40 billion dollars more per year to adapt to the already inevitable impact of climate change . </p> <p class="MsoBodyText">A G8 commitment to the global carbon market will foster long-term financing beyond 2012. Such carbon finance can also tackle deforestation, which represents about 20% of the global CO2 emissions causing climate change. A forest carbon facility can reward forest conservation as a means of protecting the climate while also preserving ecosystems and generating income for poor communities in developing countries. The <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_26">World Bank</span> is keen to work with partners to experiment with such a facility for avoided deforestation. </p> <p class="MsoBodyText">An expanded carbon market can help pay for a transformation to a low carbon economy, but it won’t be enough. Like other new markets, it will take time to mature and reach out to places with weaker market institutions. </p> <p class="MsoBodyText">German Chancellor Angela Merkel has said that rich countries need to take the lead because only then will the less developed economies follow, and she is right. The <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_27">United Kingdom</span> recently announced a new £800 million Environmental Transformation Fund International Window. <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_28">Japan</span> ’s Prime Minister Shinzo Abe said his country is ready to look into the possibility of creating a new financial mechanism, with substantial funds for the relatively long- term, to help developing countries halt global warming. These are the types of climate change leadership that the world needs. </p> <p class="MsoBodyText">Mobilizing large scale financing for clean investments today and over the next 5-10 years is critical because this is when developing countries will essentially “lock-in” carbon emissions for the next 50 years. If we can help them get on a low carbon path, we will have taken a giant step forward in preserving and protecting our planet while enabling them to reduce poverty and offer their citizens a better future. The meeting in Heiligendamm can advance the commitments made at Gleneagles two years ago and bring the world closer to a more sustainable future. </p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="font-size: 11pt;">** Katherine Sierra is Vice President for Sustainable Development, The <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_29">World Bank</span>. </span></i></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 11pt;">Copyright: Project Syndicate, 2007. <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.project-syndicate.org/commentary/sierra2"><span style="background: transparent none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_30">http://www.project- syndicate. org/commentary/ sierra2</span></a> </span></p> <p class="MsoBodyText"> </p> <span style="font-size: 12pt;"><br /></span><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-58910480627976601162007-06-19T21:40:00.000+07:002007-06-19T21:43:32.227+07:00Climate Change and Water Security<p class="MsoBodyText"><b><span style="font-size: 14pt;">Climate Change and Water Security</span></b></p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_0">Mikhail Gorbachev</span> and Jean-Michel Severino</i></p> <p class="MsoBodyText"> </p> <p class="MsoBodyText">The Intergovernmental Panel on Climate Change recently released alarming data on the consequences of global warming in some of the world’s poorest regions. By 2100, one billion to three billion people worldwide are expected to suffer from water scarcity. Global warming will increase evaporation and severely reduce rainfalls – by up to 20% in the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_1">Middle East</span> and <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; height: 1em; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_2">North Africa</span> – with the amount of water available per person possibly halved by mid-century in these regions. </p> <p class="MsoBodyText">This sudden scarcity of an element whose symbolic and spiritual importance matches its centrality to human life will cause stress and exacerbate conflicts worldwide. Africa , the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_3">Middle East</span> , and Central Asia will be the first to be exposed. The repercussions, however, will be global. </p> <p class="MsoBodyText">Yet this bleak picture is neither an excuse for apathy nor grounds for pessimism. Conflicts may be inevitable; wars are not. Our ability to prevent “water wars” will depend on our collective capacity to anticipate tensions, and to find the technical and institutional solutions to manage emerging conflicts. The good news is that such solutions exist, and are proving their efficacy everyday. </p> <p class="MsoBodyText">Dams – provided they are adequately sized and designed – can contribute to human development by fighting climate change and regulating water supply. Yet in a new context of scarcity, upstream infrastructure projects on international rivers may impact water quality or availability for neighboring states, thus causing tensions. </p> <p class="MsoBodyText">River basin organizations such as that established for the Nile , <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_4">Niger</span> , or <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_5">Senegal</span> rivers help facilitate dialogue between states that share hydraulic resources. By developing a joint vision for the development of international waterways, these regional cooperation initiatives work towards common ownership of the resource, thereby reducing the risk that disputes over water use will escalate into violence. </p> <p class="MsoBodyText">Most international waterways have such frameworks for dialogue, albeit at different stages of development and levels of achievement. If we are to take climate change predictions seriously, the international community should strengthen these initiatives. Where they do not exist, they should be created in partnership with all the countries concerned. Official development assistance can create incentives to cooperate by financing data-collection, providing technical know-how, or, indeed, by conditioning loans on constructive negotiations. </p> <p class="MsoBodyText">Yet international water conflicts are only one side of the coin. The most violent water wars take place today within rather than among states. A dearth of water fuels ethnic strife, as communities begin to fear for their survival and seek to capture the resource. In <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_6">Darfur</span> , recurrent drought has poisoned relations between farmers and nomadic herdsmen, and the war we are helplessly witnessing today follows years of escalating conflict. Chad risks falling prey to the same cycle of violence. </p> <p class="MsoBodyText">It is thus urgent to satisfy populations’ most basic human needs through local development initiatives. Rural hydraulic projects, which ensure access to water for these populations over large stretches of land, can prove to be efficient conflict prevention tools. Secured grazing corridors are being established with the help of modern satellite imagery to orient nomads and their herds to appropriate areas. Such initiatives provide rare opportunities for dialogue and collaboration between rival communities. The key is to anticipate the need for action before tensions escalate to the point of no return. </p> <p class="MsoBodyText">Water consumption also must be addressed. Agriculture accounts for more than 70% of water use in the world. Agronomical research and technical innovations are crucial to maximizing water efficiency in this sector, and they must be taken much further. But addressing scarcity will inevitably imply revising agricultural practices and policies worldwide to ensure their sustainability. </p> <p class="MsoBodyText">The development challenge no longer solely consists in bringing agricultural water to deprived areas. As the dramatic shrinkage of the Aral Sea , <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_7">Lake Chad</span> , and the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_8">Dead Sea</span> illustrate, it now requires preserving scarce natural resources and ensuring their equitable distribution among conflicting needs. Responsible use will require adequate economic incentives. In <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_9">West Africa</span> or the <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_10">Middle East</span> , Central Asia or <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_11">India</span> , this, too, can contribute to abating clashes over water. </p> <p class="MsoBodyText">Given the unprecedented scale of the threat, business as usual is not an option. The Cold War came to a peaceful end thanks to realism, foresight, and strength of will. These three qualities should be put to work if our planet is to be spared major water wars. This global challenge also demands innovation in global governance, which is why we support the creation of a UN Environment Agency, endowed with the legal and financial resources needed to tackle the issues at hand. </p> <p class="MsoBodyText">Humanity must begin to resolve this water dilemma. Waiting is not part of the solution. </p> <p class="MsoBodyText"><i><span style="font-size: 11pt;">** <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer; height: 1em;" id="lw_1182261277_12">Mikhail Gorbachev</span> is Chairman of the Board of Green Cross International; Jean-Michel Severino is CEO of the French Development Agency. </span></i></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 11pt;">Copyright: Project Syndicate, 2007. <a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.project-syndicate.org/commentary/gorbachev4"><span style="background: transparent none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1182261277_13">http://www.project- syndicate. org/commentary/ gorbachev4</span></a> </span></p> <p class="MsoBodyText"> </p> <span style="font-size: 12pt;"><br /></span><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-1163252578215823842006-11-11T20:41:00.000+07:002006-11-11T20:42:58.233+07:00Great StoryDi Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki-laki<br />yang luar biasa,<br />sebut saja namanya Zhang Da.<br />Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang<br />pantang menyerah dan<br />mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya<br />yang menyentuh hati<br />membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10<br />tahun ketika memulai<br />semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa. Saking<br />jarangnya seorang<br />anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah<br />China mendengar dan<br />menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka mereka pun<br />memutuskan untuk<br />menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi<br />kepadanya.<br /><br />Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang<br />dinyatakan telah<br />melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4<br />milyar penduduk China .<br /><br />Tepatnya 27 Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi<br />Jiangxu, kota<br />Nanjing, serta disiarkan secara Nasional ke seluruh<br />pelosok negeri,<br />memberikan penghargaan kepada "10 (sepuluh) orang yang<br />luar biasa", salah<br />satunya adalah Zhang Da. Mengikuti kisahnya di<br />televisi, membuat saya ingin<br />menuliskan cerita ini untuk melihat semangatnya yang<br />luar biasa. Bagi saya<br />Zhang Da sangat istimewa dan luar biasa karena ia<br />termasuk 10 orang yang<br />paling luar biasa di antara 1,4 milyar manusia. Atau<br />lebih tepatnya ia<br />adalah yang terbaik diantara 140 juta manusia. Tetapi<br />jika kita melihat apa<br />yang dilakukannya dimulai ketika ia berumur 10 tahun<br />dan terus dia lakukan<br />sampai sekarang (ia berumur 15 tahun), dan<br />satu-satunya anak diantara 10<br />orang yang luar biasa tersebut maka saya bisa katakan<br />bahwa Zhang Da yang<br />paling luar biasa di antara 1,4 milyar penduduk China.<br /><br />Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh<br />Mamanya yang sudah<br />tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena<br />suami yang sakit keras.<br />Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa<br />yang tidak bisa<br />bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.<br />Kondisi ini memaksa seorang<br />bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun<br />untuk mengambil<br />tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia<br />harus mencari makan<br />untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus<br />memikirkan obat-obat<br />yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi<br />yang seperti inilah<br />kisah luar biasa Zhang Da dimulai.<br /><br />Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung<br />jawab yang susah dan pahit<br />ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang<br />harus menerima<br />kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang<br />membuat Zhang Da<br />berbeda adalah bahwa **ia tidak menyerah**.<br /><br />Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan<br />melakukan kejahatan, melainkan<br />memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya<br />dan papanya. Demikian<br />ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah<br />yang ingin tahu apa<br />yang dikerjakannya. Ia mulai lembaran baru dalam<br />hidupnya dengan terus<br />bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan<br />kaki melewati hutan<br />kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia<br />mulai makan daun,<br />biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga<br />ia menemukan sejenis<br />jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari<br />mencoba-coba makan itu<br />semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh<br />lidahnya dan mana yang<br />tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di<br />siang hari dan juga sore<br />hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk<br />membelah batu-batu<br />besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil<br />kerja sebagai tukang<br />batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan<br />untuk papanya. Hidup<br />seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi<br />badannya tetap sehat, segar<br />dan kuat.<br /><br />*ZhangDa Merawat Papanya yang Sakit.*<br />Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk<br />merawat papanya. Ia<br />menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan<br />sekali-sekali memandikan papanya,<br />ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan<br />papanya, semua dia<br />kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua<br />pekerjaan ini menjadi<br />tanggungjawabnya sehari-hari. Zhang Da menyuntik<br />sendiri papanya. Obat yang<br />mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da<br />berpikir untuk menemukan<br />cara terbaik untuk mengatasi semua ini.<br />Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang<br />obat-obatan melalui sebuah<br />buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa<br />adalah ia belajar<br />bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan<br />kepada pasiennya.<br />Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik<br />papanya sendiri. Saya<br />sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran<br />dan suntikan itu sudah<br />biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan<br />seperti layaknya suster<br />atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru<br />tahu hanya Zhang Da.<br />Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah<br />perbuatan nekad, sayapun<br />berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami<br />kondisinya maka saya<br />ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang<br />kreatif dan mau belajar<br />untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup<br />dan kehidupannya.<br />Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah<br />dilakukannya selama lebih kurang<br />lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli<br />menyuntik.<br /><br />*Aku Mau Mama Kembali.*<br />Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang<br />terkenal yang hadir<br />dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang<br />tertuju kepada Zhang<br />Da, Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, "Zhang Da,<br />sebut saja kamu mau<br />apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk<br />terjadi dalam<br />hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu<br />selesai kuliah, besar<br />nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa<br />yang kamu idam-idamkan<br />sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha,<br />orang terkenal yang<br />hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang<br />sedang melihat kamu melalui<br />layar televisi, mereka bisa membantumu!" Zhang Da pun<br />terdiam dan tidak<br />menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya,<br />"Sebut saja, mereka bisa<br />membantumu".<br />Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara<br />bergetar iapun<br />menjawab, "Aku Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke<br />rumah, aku bisa membantu<br />Papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama Kembalilah!"<br />demikian Zhang Da<br />bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.<br />Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata<br />karena terharu, saya pun<br />tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya.<br />Mengapa ia tidak minta<br />kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak<br />minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya<br />dan sedikit bekal untuk<br />masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang<br />dekat dengan rumah<br />sakit, mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan<br />dari pemerintah agar<br />ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang<br />dipegangnya semua akan<br />membantunya.<br />Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa<br />yang dimintanya, itulah<br />yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Mama Kembali,<br />sebuah ungkapan yang<br />mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya<br />pergi meninggalkan dia<br />dan papanya. Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat<br />Zhang Da dalam<br />mensiasati kesulitan hidup ini.<br />Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan<br />dan kekuatan yg<br />istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat<br />apapun ujian yg dihadapi<br />pasti ada jalan keluarnya... ditiap-tiap kesulitan ada<br />kemudahan.<br />Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang<br />sedang kurang<br />beruntung, sedang mengalami kekalahan... . bangkitlah!<br />Karena sesungguhnya<br />kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yang telah<br />berusaha sekuat<br />kemampuannya. .......<br />Kesulitan memberi pembelajaran bagi setiap orang<br />tergantung orang tersebut<br />memilih jalan hidupnya.<br />Tetap berdiri dan berusaha membuat segala sesuatu<br />menjadi lebih baik atau<br />memilih jalan kehancuran.. .<br /><br />Taken from milis alumni ppsdms<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-1163005666949566822006-11-09T00:04:00.000+07:002006-11-15T05:51:04.793+07:00Ketua MWA ITBPada hari ini, Rabu 8 Nov 06 telah terpilih Haryanto Danutirto sebgai ketua MWA yang baru sampai dengan 2009 pertengahan (1 periode MWA 2x pergantian kepemimpinan) , dilengkapi dengan Rizal Tamin sebagai wakil ketua dan Sukirno sebagai Sekretaris.<br /><br />Kilasan kronologis :<br /><br />Pemilihan dibuka dengan sertijab HS Dillon selaku ketua periode yang lalu, diikuti dengan pengantar dari mendiknas selaku tuan rumah sekaligus anggota MWA ITB.<br /><br />Sidang pemilihan dipimpin oleh anggota tertua dan termuda, yakni Haryanto D dan sy. Tiap anggota mengusulkan 1 nama, akhirnya keluar nama2 : Dillon, Haryanto, Benny S, Martiono H, Iman T. Lalu ditanyakan kesediaan tiap calon, yg tdk bersedia ialah Benny S.<br /><br />Karena Haryanto D bersedia, maka posisi digantikan oleh Benny S selaku yg tertua kdua. Stlh itu paparan dari tiap calon max 10min. Lalu dilakukan pemungutan suara dengan jumlah berimbang paling besar pada Iman T dan Haryanto D. Pada pemungutan suara yang ke-3x menghasilkan 8 suara untuk Haryanto D dan 7 suara untuk Iman T serta 1 suara tidak sah.<br /><br />tOTAL suara adalah 16 dari 17 yang hadir (rektor tdk memiliki hak suara), sedangkan jumlah anggota MWA keseluruhan 20 orang.<br /><br />Adapun menurut aturan , yang memilih wakil ketua ialah ketua dan yg memilih sekretaris ialah ketua dan wakil ketua. Apabila lebih dari 1 orang, maka di voting. NAMUN apabila hanya 1 orang, maka langsung ditetapkan.<br /><br />Quorum sidang 2/3.<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-1162634343481546682006-11-04T16:58:00.000+07:002006-11-04T16:59:03.483+07:00Idealisme-kuBetapa inginnya kami agar bangsa ini mengetahui<br />bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri.<br /><br />Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus<br />bagi kehormatan mereka , jika memang tebusan itu yang diperlukan.<br /><br />Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan,<br />dan terwujudnya cita-cita mereka,<br />jika memang itu harga yang harus dibayar.<br /><br />Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini selain rasa cinta<br />yang telah mengharu-biru hati kami,<br />menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami,<br />dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami.<br /><br />Betapa berat rasa dihati ketika kami menyaksikan<br />bencana yang mencabik-cabik bangsa ini,<br />sementara kita hanya menyerah pada kehinaan<br />dan pasrah oleh keputusasaan.<br /><br />Kami ingin agar bangsa ini mengetahui bahwa kami membawa misi<br />yang bersih dan suci; bersih dari ambisi pribadi,<br />bersih dari kepentingan dunia, dan bersih dari hawa nafsu.<br /><br />Kami tidak mengharapkan sesuatupun dari manusia;<br />tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya,<br />tidak juga popularitas,<br />apalagi sekadar ucapan terimakasih.<br /><br />Yang kami harap adalah terbentuknya Kampus ITB dan Indonesia<br />yang lebih baik dan bermartabat<br />serta kebaikan dari Allah-Pencipta alam semesta.<div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-1162632919774594862006-11-04T16:35:00.000+07:002006-11-04T16:35:19.780+07:00Seteguh Gunung Uhud<p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Di antara ciri orang mukmin adalah <b style="">berpendirian teguh, pantang menyerah, tidak kenal mundur, dan punya keinginan yang kuat</b>. <i>Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.</i> (QS Al-Hujuraat: 15).<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Sedangkan ciri orang munafik adalah: <i>Karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguan.</i> (QS At-Taubah: 45). Keputusan yang mereka buatpun tidak lurus. Ketika keputusan itu ada di belakang mereka maka merekapun mengingkarinya, dan ketika mereka berjanji maka mereka akan melanggarnya. <o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Wahai hamba Allah, ketika kilat kebenaran itu menyala terang, zhann yang ada dibenakmu itu lebih kuat, dan manfaat-manfaat yang bisa diraih jelas maka lakukanlah dengan tanpa mempertimbangkan ini itu lagi dan jangan ditangguhkan. Buanglah kata "seandainya", "kelak akan", dan "bisa jadi", melajulah seperti pedang di tangan seorang pahlawan.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Ada seorang suami yang selalu ragu untuk menceraikan isterinya yang telah membuatnya merasa tua dan miskin. Suami itu pun mengadukan permasalahannya kepada hakim. Hakim bertanya, "Berapa tahun engkau hidup bersama isterimu ini?" Jawab sang suami, "Empat tahun." Hakim itu bertanya keheranan, "Selama empat tahun, dan engkau mampu menelan pil kehidupan?"<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Memang benar ada yang disebut kesabaran, ketabahan, dan penantian. Tapi, sampai kapan? Hanya orang yang peka yang tahu apakah sesuatu itu sempurna atau tidak, baik atau tidak, bisa dilanjutkan atau tidak? Saat itulah dia akan segera mengambil keputusan.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Seorang penyair berkata: Obat penawar bagi yang tidak disukai adalah segera melepaskannya.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Dari cerita-cerita tentang perjalanan hidup orang bisa ditarik garis besar bahwa keraguan dan kebingungan itu menyerang umat manusia kapan saja. Namun umumnya umat manusia itu mudah sekali ragu dan bingung. Misalnya : <i>Pertama</i>, pada saat menentukan tempat belajar dan spesialisasi yang akan diambil. Rata-rata calon mahasiswa ketika harus masuk pendidikan tinggi, tidak tahu harus mengambil jurusan apa, dan itu makan waktu lama untuk menimbang dan memilih. Banyak mahasiswa yang membuang-buang waktunya hingga bertahun-tahun karena ragu jurusan apa yang harus dipilih dan fakultas mana yang harus dimasuki. Ada sebagian yang ragu sebelum mendaftar, sampai akhirnya waktu pendaftaran habis. Dan, ada juga masuk jurusan apa saja, dan hanya betah setahun dua tahun. Pertamanya, masuk fakultas syariah, kemudian berpaling ke fakultas ekonomi, dan setelah beberapa semester pindah ke kedokteran. Usianya pun habis terbuang untuk berpindah-pindah jurusan.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Seandainya dari awal mau mempelajari kemampuan dirinya, bermusyawarah, dan sering melakukan istikharah, kemudian tidak menoleh kanan kiri, niscaya akan bisa menghemat umurnya dan akan memperoleh apa yang dia inginkan dari spesialisasi yang diambilnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Kedua</span></i><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">, pada saat memilih pekerjaan yang sesuai. Sebagian orang ada yang tidak tahu apa profesi yang cocok untuk dirinya. Saat sudah menjadi pegawai, ia masuk ke perusahaan. Tak berapa kemudian ia keluar dari perusahaan itu untuk merintis usaha dagang. Karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya dalam dagang maka ia pun bangkrut, dan jatuhlah miskin. Dan, terakhir, malah luntang lantung tak punya pekerjaan.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Saya tegaskan di sini, siapa dibukakan pintu rezki, maka hendaklah ia menekuninya. Itu berarti, rezkinya memang ada di pintu itu. Karena siapa pun menekuni satu bidang kerja niscaya akan datang kepadanya kemudahan, pertolongan dan hikmah.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Ketiga</span></i><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">, pada saat menentukan untuk menikah. Banyak pemuda yang maju mundur dalam menentukan isteri. Terkadang pendapat orang lain masuk mempengaruhi penentuan pilihan. Menurut bapak, ada seorang wanita yang cocok untuk anaknya, namun itu bukan pilihan anak yang bersangkutan dan tidak disetujui ibunya. Mungkin saja si anak (terpaksa) setuju dengan pilihan bapaknya, tapi akhirnya rumah tangga anaknya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Nasehat yang bisa saya sumbangkan adalah bahwa Anda jangan maju, khususnya, dalam masalah pernikahan kecuali dari sisi agama, kecantikan, dan kepribadian sudah bisa diterima. Sebab masalah pernikahan adalah masalah kelangsungan hidup si wanita, dan bukan sesuatu yang ketika tidak lagi berharga, lalu dengan bebas dicampakkan begitu saja.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Keempat</span></i><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">, pada saat hendak menjatuhkan talak. Sehari berikutnya sudah bulat keinginannya untuk berpisah, sehari kemudian ingin hidup bersama lagi, dan sehari berikutnya berkeinginan untuk mengakhiri kebersamaannya, dan hari berikutnya berkeinginan untuk memutuskan tali hubungannya. Dengan terlalu sering berubah pikiran seperti itu, maka diapun dilanda keletihan, dirundung panas jiwa, dan rusak cara berpikirnya. Semua itu, hanya Allah yang tahu.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Kesempitan jiwa ini harus diakhiri dengan keputusan yang pasti. Manusia itu hidup hanya sekali, hari-hari yang telah dilaluinya tidak akan berulang, jam-jam yang sudah lewat tidak akan kembali lagi. Karenanya, ia harus berusaha menikmati waktu-waktu yang tidak akan kembali itu dan agar waktu-waktu itu menghantarkan kita kepada kebahagiaan dengan cara menetapkan keputusan. <o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Ketika orang muslim itu telah menetapkan keinginannya, membulatkan tekad, dan bertawakal kepada Allah setelah sebelumnya beristikharah dan meminta rekomendasi dari sana-sini, maka ia sebagaimana dikatakan di muka, jika mau maka ia akan meletakkan matanya di antara dua keinginannya, dan mau tahu apa akibat yang mungkin terjadi.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Ia melaju bagaikan aliran air, meluncur ke depan bagaikan sabetan pedang, kokoh bagaikan jaringan waktu, dan memancar bagaikan pancaran fajar</span></b><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">. <o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Sebagaimana terbayang dalam ketegasan Nuh a.s. menghadapi kaumnya yang benci, <i>...karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.</i> (QS Yunus: 71).<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalWeb2"><b><span lang="IN" style="font-family:Verdana;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="NormalWeb2"><b><span lang="IN" style="font-family:Verdana;">Dr. 'Aidh al-Qarny</span></b><span lang="IN" style="font-family:Verdana;"><br />Dari buku <a href="http://plaza.eramuslim.com/exec/plaza/000591.html">Laa Tahzan (Jangan Bersedih!)</a>, penerbit Qisthy Press<o:p></o:p></span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-1162631321504991632006-11-04T16:08:00.000+07:002006-11-04T16:08:41.510+07:00Indonesia Masa Depan<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Rendahnya mutu pendidikan merupakan permasalahan utama yang terjadi di Indonesia. Data World Bank (1998) menunjukkan rendahnya kemampuan membaca siswa SD kita jika dibandingkan dengan anak-anak dari negeri tetangga kita, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina. Data TIMSS (1997) menunjukkan rendahnya prestasi Matematika dan sains siswa SLTP kita dibanding dari siswa 40-an negara lain. Prestasi siswa SMU di Indonesia pun kurang memuaskan pada ajang Olimpiade Matematika Internasional (IMO) yang tiap tahun diadakan. Data <i style="">Asia Week</i><span style=""> </span>(2000) memosisikan perguruan tinggi Indonesia di peringkat bawah dalam hal mutu pendidikan tinggi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Hal-hal tersebut merupakan fakta yang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini. Padahal salah satu tujuan dari pembangunan di Indonesia ialah membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan hal tersebut merupakan kunci utama Indonesia masa depan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Ada beberapa negara maju pada saat ini yang memiliki kemiripan historis dengan Indonesia, salah satunya ialah Korea Selatan. Sebagai negara yang hancur lebur pada era 1960-an, kemajuan bangsa Korea Selatan pada saat ini dipandang sebagai sesuatu hal yang fenomenal.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Fenomena pesatnya kemajuan Korea Selatan tidak lepas dari upaya dan kerja keras bangsa ini dalam mengejar ketertinggalannya. Tiga strategi dasar yang diterapkan oleh Korea Selatan secara konsisten, yakni <i>pertama</i>, memantapkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dengan tidak melupakan aspek pemerataan. <i>Kedua</i>, memperkuat daya saing industri. Dan <i>ketiga, </i>membentuk dasar persatuan, meningkatkan kemandirian dan internasionalisasi. Kebijakan ini memiliki prasayarat : stabilitas politik, adanya kepastian hukum (<i>law enforcement</i>) dan dukungan SDM yang berkualitas, ditandai tingginya persentase anggaran pendidikan Korea Selatan terhadap APBN negara tersebut. Prasyarat ketiga ini menjadi kata kunci pesatnya kemajuan Korea Selatan saat ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Mengambil pembelajaran dari Korea Selatan, maka sudah saatnya bangsa Indonesia kembali memfokuskan pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yakni karakteristik SDM unggul yang dapat meralisasikan cita-cita masyarakat madani. Karakteristik SDM tersebut antaralain sebagai berikut :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><i><span lang="IN">Institutional Society</span></i><span lang="IN"> (masyarakat kelembagaan) </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><i><span lang="IN">Constitutional Society</span></i><span lang="IN"> (masyarakat hukum)</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><i><span lang="IN">Religius Society</span></i><span lang="IN"> (masyarakat beragama)</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><i><span lang="IN">Intellectual and egaliterian Society</span></i><span lang="IN"> (masy yang intelek dan egaliter)</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span lang="IN" style="font-family:Wingdings;"><span style="">ü<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span><!--[endif]--><span dir="ltr"><i><span lang="IN">Technology-oriented Society</span></i><span lang="IN"> (masy yang berorientasi pada teknologi)</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span lang="IN">Kelima faktor tersebut diatas merupakan model masyarakat modern yang ideal, dimana faktor yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan dalam rangka membentuk <b>Indonesia masa depan</b>.</span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-24998901.post-1162631122473539612006-11-04T16:04:00.000+07:002006-11-04T16:05:22.486+07:00Perda Syariah dan Proses Demokratisasi<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV">Selasa, 13 Juni 2006, sejumlah anggota DPR menyampaikan semacam petisi atau memorandum yang ditandatangani oleh 56 orang anggota DPR untuk menolak peraturan daerah (perda) bernuansa syariah Islam kepada wakil ketua DPR, Soetardjo Soerjogoeritno. Saat ini setidaknya ada 15 perda bernuansa syariah Islam yang<span style=""> </span>berlaku di beberapa daerah (Media Indonesia, 21 Juni 2006).<span style=""> </span>Mereka menilai perda-perda tersebut inkonstitusional dan merupakan pintu masuk pemberlakuan hukum Islam bahkan negara Islam. Satu hari kemudian, tepatnya tanggal 14 Juni, 5 orang anggota DPR dari 56 penandatangan petisi<span style=""> </span>mencabut dukungannya. Bagai gayung bersambut, sebanyak 134 anggota DPR yang mendukung perda tersebut kemudian mengeluarkan kontra memorandum kepada ketua DPR. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV">Hal dukung mendukung ataupun sebaliknya merupakan suatu hal yang biasa di DPR, namun yang menjadi kurang biasa ialah apa yang dilakukan oleh 51 anggota DPR tersebut merupakan suatu hal yang bertentangan dengan iklim demokrasi di Indonesia, otonomi daerah serta aturan perundangan yang berlaku. Selain itu pernyataan inkonstitusional pun sebenarnya tidak terbukti, sebab proses legislasi perda-perda tersebut berjalan dengan demokratis, transparan dan partisipatif.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV"><span style=""> </span>Perda-perda bernuansa Syariah Islam adalah bagian dari demokrasi dan merupakan kemauan dari masyarakat setempat. <span style="color:black;">Perda-perda tersebut merupakan cerminan kesadaran masyarakat dalam berlegislasi, kesadaran masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama dan menginginkan perbaikan di tengah masyarakat. Tak ada yang salah dengan perda-perda tersebut, justru memberikan angin perubahan bagi bangsa mengingat hukum yang ada selama ini terlihat tidak mampu memberantas apapun yang meresahkan masyarakat. Oleh sebab itu Perda bernuansa syariah merupakan bentuk penegasan dan aplikasi dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV">Syariah Islam sama sekali tak bertentangan dengan Pancasila ataupun UUD 1945 sebab Pancasila merupakan ideologi relijius yang dicerminkan dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Syariah Islam pun merupakan nilai-nilai Islam yang hidup dalam masyarakat lalu diserap dalam suatu peraturan, tidak berbeda dengan nilai global atau nilai lokal yang menjadi aturan. Jadi semua perda tersebut merupakan bagian dari NKRI, bagian dari kebhinekaan, dan bagian dari demokrasi yang disusun oleh pemerintah daerah (pemda) dan DPRD setempat. Keinginan untuk memberlakukan perda bernuansa syariah pun harus tetap diakomodir oleh pemerintah sebagai wujud dari negara kesatuan dan persatuan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV">Pembuatan perda merupakan kewenangan pemerintah daerah, hal ini sesuai dengan semangat otonomi daerah yang dilandasi oleh UU No 32/2004 tentang Otonomi Daerah. </span><span style="line-height: 150%;" lang="SV">Adapun dimensi keagamaan yang kuat dalam sebuah perda dimulai sejak awal perumusan identitas atau visi lokal suatu daerah, biasanya melalui perumusan Rencana Strategis (Renstra) arah pembangunan daerah. Bagi pemerintah daerah, Renstra adalah sesuatu yang substantif. Sebab, menurut PP No. 108 Renstra berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas dan kewajiban bagi kepala daerah. Di Tasikmalaya misalnya, perda No. 3 tahun 2000 mendefinisikan Renstra bahwa Kabupaten Tasikmalaya yang Islami. Setelah itu baru lahir perda-perda seperti perda masalah prostitusi, pemberantasan pelacuran, minuman keras, pengaturan jadwal berenang laki-laki dan perempuan, kewajiban mengikuti sekolah diniyah bagi siswa muslim, dan ketentuan seragam sekolah yang menutup aurat.</span><span style="line-height: 150%;font-family:Verdana;font-size:9;" lang="SV" > </span><span style="line-height: 150%;" lang="EN-US">Adapun perda-perda lain yang bernuansa syariah Islam di beberapa daerah antara lain, perda yang diterbitkan oleh Pemda provinsi Gorontalo No.10 tahun 2003 tentang Pencegahan Maksiat, Perda Pemda Solok No. 10/2004 tentang Wajib Baca Al-Qur'an, Perda Pemda Enrekang (Sulsel) No.6/2005 tentang Busana Muslim, dan lain sebagainya. Perda-perda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemda, DPRD dan masyarakat setempat yang bertujuan untuk membangun daerah tersebut.</span><span style="line-height: 150%;" lang="SV"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="line-height: 150%; color: rgb(51, 51, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="" lang="SV">Adapun anggota-anggota DPR yang mengajukan petisi dan mendorong presiden agar mencabut perda-perda yang telah berlaku lebih dari 60 hari merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan oleh undang-undang. Sebab aturan perundangan hanya memungkinkan pencabutan lewat proses <i>judicial review</i> ke MA. </span><span style="line-height: 150%;color:black;" lang="SV">Sebelum pembatalan perda dilakukan, pemerintah harus dapat membuktikan bahwa perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (pasal 145 ayat2) melalui uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK), bukan mengajukannya ke DPR. </span><span style="" lang="SV"><o:p></o:p></span></p><div class="blogger-post-footer">"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Al Ra'du, 13:11)</div>Dwi Arianto Nugrohohttp://www.blogger.com/profile/05063787751549794782noreply@blogger.com0