Tuesday, January 04, 2005

Bencana Aceh : Sebuah Teguran dan Momen Kebangkitan Bagi Bangsa Indonesia

Aceh yang kini telah berubah namanya menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan bagian dari sejarah Islam di tanah air. Potensi sumberdaya alam yang melimpah, seperti gas bumi terdapat di Aceh. Aceh adalah salah satu penghasil minyak Nilam terbesar di dunia. Minyak Nilam merupakan minyak atsiri yang sangat diperlukan di industri Fragrance dan Perfumery. Cikal bakal armada pesawat AURI Seulawah RI-001 pun adalah sumbangan rakyat Aceh. Kontribusi itu tentu belum seberapa dibandingkan simbahan peluh, darah serta air mata putra-putri terbaik Aceh yang disumbangkan untuk mengusung kibaran merah putih di bumi pertiwi ini. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah Aceh memperoleh tempat yang terhormat di tanah air kita. Terlepas dari kekayaan dan potensinya, miris rasanya membaca pemberitaan media massa tentang Aceh, -sejak Indonesia merdeka sampai sebelum periode otonomi daerah- kekayaan alamnya nyaris tersedot ke pusat. Itu belum cukup. Tiada henti-hentinya berita duka dari provinsi ini menjadi tajuk utama. Mulai dari gerakan separatis yang memakan korban tiada henti sampai dengan berita tentang pejabat daerahnya yang didakwa menyulap dana helikopter. Mulai dari issue pelanggaran HAM -saat menyandang stempel Daerah Operasi Militer (DOM)- hingga kabar pelaksanaan syariat Islam yang setengah hati.

Kini Aceh kembali menderita, gempa tektonik dengan kekuatan 9 skala richter, yang merupakan gempa terbesar dalam abad ini, yang disertai gelombang tsunami memporak-porandakan bumi Serambi Makkah tersebut dan menelan ratusan ribu jiwa manusia. Dunia pun turut berduka, terlebih bangsa Indonesia. Rasulullah bersabda, barang siapa yang meninggal karena tenggelam dapat tergolong syahid (HR Muslim), semoga para korban yang wafat, dibariskan dalam kelompok syuhada. Jeritan anak yang kehilangan orang tua maupun kerabat yang lenyap tanpa berita, membingkai liputan demi liputan. Ancaman penyakit menular di depan mata. Drama pengungsian kembali meluruhkan nurani kita. Pengungsi akibat konflik territorial belum tertangani, kini muncul gelombang dhuafa yang lebih massal.

Sudah saatnya lah bangsa ini mengevaluasi dirinya. Begitu banyak ummat Islam di negeri ini, namun perubahan apakah yang sudah terjadi ? Kemaksiatan ada dimana-mana, jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan semakin bertambah. Umar bin Khathab pernah meminta rakyatnya untuk mengevaluasi diri, sesaat ketika terjadi gempa kala itu.

Namun disisi lain ada hal positif yang timbul pasca tsunami. Banyak penduduk yang tersentuh hatinya ingin membantu korban bencana dengan yang dimilikinya, bahkan beberapa hari selepas tsunami, bantuan berupa pakaian layak pakai sudah tidak dapat diterima di beberapa posko bantuan bencana karena sudah tidak cukup untuk ditampung. Eratnya ukhuwah semakin terasa. Hal ini merupakan efek positif yang harus terus dipertahankan untuk membangun negeri ini. Kita harus saling bahu membahu satu sama lain untuk saling meringankan. Dengan seperti itu, maka Indonesia akan bangkit dan Aceh akan tergantikan dengan yang lebih baik lagi.