Sunday, July 04, 2004

MEGA-HASYIM, SBY-KALLA, ATAUKAH GOLPUT ?

Tidak lama lagi KPU akan segera mengumumkan siapakah calon presiden dan wakil presiden yang berhak melaju ke babak selanjutnya, yakni pemilu presiden putaran ke-2. Calon yang berhak maju ke babak ini ialah 2 (dua) pasang dengan jumlah perolehan suara terbesar pada pemilu putaran pertama 5 Juli yang lalu.

Sampai dengan saat ini (21 Juli) perolehan suara sementara menunjukkan bahwa pasangan SBY-Kalla telah mengungguli pasangan yang lain dengan perolehan suara sebanyak 33,58%, disusul oleh Mega-Hasyim 26,29%, Wiranto-Salahuddin 22,21%, Amien-Siswono 15,83% dan Hamzah-Agum 3,06%. Melihat perolehan suara sementara tersebut, maka hampir dapat dipastikan bahwa pasangan yang maju ke putaran ke-2 ialah SBY-Kalla dengan Mega-Hasyim.

Pemilu menentukan arah berlayar kapal yang bernama Republik Indonesia ini, setidaknya untuk lima tahun mendatang. Untuk itu sebagai seorang warga negara yang bertanggungjawab, maka memilih adalah suatu hak yang mau tidak mau harus dilaksanakan, yakni memilih Mega-Hasyim, SBY-Kalla, atau memilih untuk tidak memilih alias golput.

*******

SUSILO BAMBANG YUDOYONO (SBY)- JUSSUF KALLA (JK)

Dicalonkan oleh, Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Capres: H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Tempat tanggal lahir, Pacitan Jatim, 09 September 1949 .

Jabatan terakhir, Menko Polkam Kabinet Gotong Royong (2001-2004).

Pendidikan:

- AKABRI (1973).

- MA di Management Webster University Missouri USA .

Cawapres: Drs .H. Muhammad Jussuf Kalla.

Tempat tanggal lahir, Watampone Sulsel, 15 Mei 1942.

Jabatan terakhir, Menko Kesra Kabinet Gotong Royong (2001-2004).

Pendidikan:

- Fakultas Ekonomi Unversitas Hasanuddin (1967).

- The Europeen Institut of Business Administration, Fountainableu, Prancis (1977).

Kelebihan & peluang ;

- Figur SBY dan JK yang relatif lebih “bersih”

- Melejitnya suara Partai Demokrat (PD) yang dipimpin oleh SBY.

- Dukungan DPD – DPD Partai Golkar se Indonesia Timur ke JK masih kuat.

- Didukung oleh militer sipil, pengusaha dan ekonom di Jawa dan luar Jawa.

- Lebih dulu tersosialisasi.

- Dukungan finansial terutama dari Jusuf Kalla dan jaringannya

- Lebih konsentrasi kampanye karena sudah temukan pasangan pas.

- Terus mendulang simpatik rakyat, karena figur SBY

- Kemungkinan bersatunya suara keluarga besar TNI dan Golkar kepada pasangan ini

- Kualitas visi dan misi SBY-Kalla dalam menghadapi masalah-masalah dalam dan luar negeri yang lebih jelas dibandingkan pasangan Mega-Hasyim

Kekurangan & ganjalan:

- Merebaknya penolakan terhadap capres militer.

- Pengalaman pemerintahan lebih sedikit dibandingkan dengan Megawati

- Pernah terlibat pada kasus pelanggaran HAM ketika menjadi militer aktif

- Partai Demokrat sebagai mesin politiknya terhitung masih baru

- Dukungan dari asing, terutama AS (kekhawatiran campurtangan pihak asing)

*******

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI – HASYIM MUZADI.

Dicalonkan melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)

Capres : Megawati Soekarnoputri.

Tempat tanggal lahir, Yogyakarta , 23 Januari 1947.

Jabatan terakhir, Presiden ke 5 (2001-2004).

Pendidikan,

- Fakultas Pertanian Unpad (tidak selesai/ 1965-1967).

- Fakultas Psikologi UI (tidak selesai/1970-1972).

Cawapres: KH Ahmad Hasyim Muzadi.

Tempat tanggal lahir, Tuban Jatim, 08 Agustus 1943.

Jabatan Terakhir, Ketua Umum PBNU (1999-2004).

Pendidikan terakhir, IAIN Sunan Ampel Malang.

Kelebihan & peluang ;

- Dukungan tradisional sampai ke desa dan kuasai basis massa di pulau Jawa.

- Dukungan suara PDI-P 19 % atau 20,9 juta dari 40 juta jiwa massa Nahdatul Ulama (NU).

- Jaringan mesin politik dan fanatisme para pendukung Megawati yang sudah teruji sejak Pemilu 1999 lalu

- Bernaung dibawah kharismatik Bung Karno.

- Punya kemampuan finansial.

- Pengalaman memimpin pemerintahan dan adanya sedikit perbaikan dalam stabilitas ekonomi makro

- Kemungkinan untuk berkoalisi dengan Golkar dan PKB lebih besar daripada Partai Demokrat, hal ini karena kedekatan antar tokohnya.

Kekurangan & ganjalan ;

- Mega dianggap gagal tuntaskan kasus KKN

- Dukungan pemilih rasional di perkotaan dan luar pulau Jawa lemah.

- Warga NU terpecah, dukung Gus Sholah atau Jussuf Kalla.

- Sebagian massa NU tidak mendukung pasangan ini.

- Mega tak mendapat dukungan ke dua adiknya Rahmawati dan Sukmawati.

- Popularitas/figur dan citra Mega saat ini sedang mengalami kemerosotan

- Jatuhnya kredibilitas Mega karena pemerintahan yang dipimpinnya sarat dengan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), dinilai "rajin" menjual asset-asset negara, dan meloloskan para koruptor kelas kakap. Bahkan caleg-caleg PDI-P banyak yang korup.

- Lemah komunikasi (berpegang teguh pada diam adalah “emas” ?)

- Pola kepemimpinan Megawati yang tidak demokratis dan kurang menghargai aspirasi massa pendukungnya.

- Dukungan dari asing, terutama AS (kekhawatiran campurtangan pihak asing)

*******

GOLPUT ?

Pemilu dalam Islam memiliki fungsi ganda : Hirasatuddin dan Siyasatuddunya, keduanya mendapatkan perhatian yang sama. Dan hal itu dapat terwujud jika seorang pemimpin memiliki kafa’ah yang seimbang. Karena pemimpin bagaikan hati, jika baik maka baiklah umat, dan jika jahat maka binasalah umat.

Dalam sistem demokrasi, pemilu adalah sebuah proses untuk menuju perubahan, baik perubahan kearah kebaikan ataupun perubahan kearah kedzaliman, karena pemilu akan memilih kepala negara sebagai lembaga eksekutif atau memilih anggota parlemen sebagai lembaga legislatif, yang keduanya sama-sama berperan besar untuk menata dan membawa negara kearah yang dikehendaki.

Fakta membuktikan bahwa umat Islam di Indonesia adalah mayoritas dalam jumlah, akan tetapi peran dan pengaruhnya dalam percaturan politik tidak terlalu signifikan, hal itu berdampak pada :

- Rusaknya moral para pemimpin

- Maraknya penyelewengan dalam penyelenggaraan negara

- Merajalelanya kemungkaran dan kezaliman

Jika kemungkaran itu berskala nasional yang lahir dari kebijakan para pemimpin yang tidak peduli terhadap tatanan moral, maka cara yang paling efektif untuk melakukan perbaikan adalah melalui jalur kekuasaan (sulthah) yang memiliki kekuatan pula.

Kaidah fiqh mengatakan : Kewajiban yang tidak akan terlaksana kecuali dengan mengerjakan sesuatu , maka sesuatu itu hukumnya adalah wajib.

Dari kaidah fiqh tersebut, maka pemilu untuk memilih pemimpin yang adil adalah wajib, maka golput adalah haram, berdasarkan kaidah : Perintah untuk mengerjakan sesuatu , berarti juga larangan untuk sebaliknya.

Dan dalam memilih haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

  1. memberikan hak suara adalah amanah, maka harus ekstra hati-hati dalam memilih, dengan menggunakan akal dan perasaan
  2. memberikan hak suara adalah kesaksian , maka harus diberikan kepada orang-orang yang komitmen kepada Islam, dengan memilih orang yang agamis dan nasionalis (cinta tanah air) yang memiliki kelaikan dan kemampuan untuk mengemban amanat.
  3. memberikan hak suara adalah ibadah, maka tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang sarat dengan masalah, yang tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah
  4. tidak memberikan hak suara kepada orang yang ambisi dan atau meminta jabatan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Sesungguhnya kami tidak akan memberikan kekuasaan ini kepada orang yang memintanya dan juga tidak kepada orang yang berambisi kepadanya” (HR Bukhari)
  5. saat melakukan proses pemilihan agar menjaga ukhuwah Islamiyah, dan menjauhkan diri dari caci maki dan adu domba.

Namun yang menjadi pertanyaan ialah: Apakah ada diantara calon pemimpin negeri ini yang akan dipilih pada pemilu putaran 2 (dua) nanti pada tanggal 20 September sesuai dengan kriteria tersebut diatas ?

Setidaknya masih ada kaidah fiqh lain, yakni fiqhul muazanaat yang memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam :

  1. menimbang antara satu maslahat dengan maslahat lain, baik dari segi volume dan kapasitasnya, dalam dan pengaruhnya, kekekalan dan kontinuitasnya. Maslahat mana yang harus didahulukan atau dipertimbangkan, dan maslahat mana yang harus digugurkan atau dikesampingkan.
  2. menimbang antara satu kerugian dengan kerugian lain. Kerugian mana yang harus diutamakan mengantisipasinya dan mana pula yang harus ditunda atau digugurkan.
  3. Menimbang antara maslahat dengan kerugian, bila keduanya berbenturan. Kita harus tahu kapan kita utamakan menghindari kerugian daripada mengejar maslahat. Dan kapan suatu kerugian diantisipasi untuk melindungi maslahat.

Maka pilihlah yang terbaik untuk kemajuan umat, bangsa dan negara.